Selasa, 11 Agustus 2020

Topik Potensial untuk Dijadikan Tulisan

 

Tulisan yang baik adalah tulisan yang mudah dipahami pembaca, bukan yang bertabur istilah hingga pembaca harus mengernyitkan dahi/berpikir keras sambil menerka-nerka. Tulisan yang baik menurut saya adalah tulisan yang bermakna. Orang dapat mengerti tulisan kita dan dapat menginspirasi/mencerahkan jiwa dan pikiran pembaca, membuka wawasan, dan dapat mendorong pembaca untuk memperbaiki dirinya.


Belakangan ada penulis yang mengeluhkan mengapa tulisannya minim like dan komentar. Sebaiknya hal itu tidak membuat penulisnya kapok, gondok, dan mogok, tetapi teruslah menulis sambil memperbaiki kualitas tulisannya. Berikut saya tuliskan beberapa topik yang sebenarnya menarik untuk diolah menjadi sebuah tulisan. 


1. Budaya unik di kampungnya

2. Pengalaman budidaya ternak/tanaman

3. Pengalaman berkesan mengabdi di pesantren

4.Pengalaman sukses di kejuaraan/olimpiade/kompetisi masak

5. Pengalaman pertama memasak bareng suami

6. Pengalaman pertama menolong malah dapat rezeki

7. Pengalaman menjadi dropshiper barang dagangan

8. Pengalaman mengajar di pedalaman/daerah perbatasan

9. Pengalaman mengajak ngobrol turis dengan bahasa asing

10. Pengalaman mendaki gunung

11. Pengalaman menyapih anak

12. Pengalaman membiasakan anak untuk toilet training

13. Ilmu parenting

14. Kultum ramadan

15. Kenangan bersama almarhum ayah/ibu

16. Tak apa menjadi orang biasa (tidak punya prestasi)

17. Kebaikan adalah Prestasi

18. Nilai kejujuran 

19. Nilai Ketulusan

20. Pengorbanan dan cinta kasih 


Silakan kembangkan sendiri menjadi tulisan untuk membantu menyebarkan semangat positif. Selamat menulis, kawan-kawan.

Minggu, 09 Agustus 2020

MENGOLAH TULISAN "SAMPAH" MENJADI AUTOBIOGRAFI


Begitu saya "nyemplung" ke grup Komunitas Bisa Menulis, seneng sekaligus kaget dong, kok isinya gado-gado sih? Dari ngomongin istri kedua, politik, agama, dll. Kalau saya amati, kok banyak emak2 nulis berdasarkan pengalaman pribadinya (kayak saya). Wuih, jadi tambah seneng kan jadinya. Tapi, maaf, banyak yang nulis "sampah". Eits, jangan tersinggung dulu, mak. Yang saya maksudkan di sini adalah sampah emosi yang bikin pembacanya terbakar. Betul, gak?


Ada yang menulis disertai lirik lagu, "Kumenangiiis membayangkan...betapa kejamnya..."

Akan tetapi, saya mengambil hikmah dari tulisan itu. Saya belajar dari pengalaman orang lain, bahwa kenyataan hidup tak semanis harapan. Di situlah saya mengetahui bahwa dengan menulis, wanita bisa menyalurkan "sampah-sampah" emosinya sebagai healing, obat bagi rapuhnya jiwa setelah penat dengan segala beban rumah tangganya. Ini salah satu manfaat menulis.


Mengenai lagu, saya juga ingin menuliskan bahwa tidak perlu lagu itu enak didengar karena bagi wanita, asalkan lirik lagu itu bisa mewakili perasaannya, pasti wanita itu suka dan menyanyikannya, kalau perlu orang yang membuatnya kesal itu mendengarnya, berharap ia sadar akan perbuatannya (menyindir menggunakan lagu). Jangan salah, laki-laki juga kalau sedang ditinggal pulkam istrinya suka juga nyanyi, "Masak-masak sendiri, cuci baju sendiri...". Pada suka amat ya mengasihani diri sendiri? Tidak, itu cara menghibur diri dan itu boleh.


Kemarin, saya "dicemplungin" ke forum diskusi zoom oleh seseorang di grup WA, topiknya menulis autobiografi. Ternyata, saya baru tahu mengapa menulis auto/biografi itu oke juga. Mengapa emak-emak cenderung menulis pengalamannya sendiri. Jawabannya, karena emak-emak suka bergosip dan suka kepo, menaruh perhatian pada urusan orang lain. Aih...ngeri-ngeri sedap, mak. 


Ternyata, yang senang bergosip bukan cuma wanita, pria juga! Lihatlah buku-buku sejarah, buku shiroh nabawiyah, buku novel sejarah, penulisnya didominasi pria. Apa pasal? Memang di situ konsentrasi kaum pria. Termasuk obrolan politik, para pria yang suka bergosip. Amatilah bapak di samping kita. Padahal, tidak menutup kemungkinan, ada juga wanita yang suka mengobrol  urusan politik dan sejarah. Kaum wanita zaman now melek politik, dong. Betul, gak?


Mengapa emak-emak di KBM menulis tentang panci, wajan, ompol anak, ingus, mertua, sampai urusan ranjang? Karena hal-hal ini tidak tampak dan tidak dianggap penting oleh penulis pria. Jadi, wanita sangat detail jika menuliskan deskripsi yang mendukung ceritanya. Anak-anak akan bilang begini, "Kalau tanya ayah, gunting kuku/tusuk gigi di mana, gak bakal ketemu. Tapi kalau tanya Bunda pasti ketemu. Bundaku penemu yang hebat!" 

Nah, wanita cocok untuk menjadi penulis autobiografi dan biografi tokoh wanita juga. 


Dapatkah kita menulis biografi lintasgender? Bisa saja, tetapi tidak bisa mendetail. Misalnya, perempuan akan sulit mendeskripsikan perasaan pria yang baru dikhitan. Sebaliknya, laki-laki sulit menggambarkan dengan kata-kata pengalaman wanita yang baru menstruasi atau baru melahirkan. 


Bagaimana penulis dapat menulis biografi jika tokohnya pria atau sebaliknya? Bisa dengan wawancara dan pengamatan. Yah, menulis memang butuh riset/penelitian. Itu kalau mau bagus ceritanya.


Bagaimana kalau saya masih pemula? Ikuti kata Aa Gym, mulailah dari yang paling mudah, mulai dari diri sendiri, dan mulai aekarang juga. Mulai dari pengalaman sehari-hari, misalnya selipkan di dalam cerita ada cara mengempukkan daging kambing, cara menghilangkan gosong di maaf, pantat panci, cara membagi waktu untuk bebenah rumah, dll. Mulailah dari yang kita suka, misalnya kita suka jeruk, tulislah tentang jeruk, apa yang bikin kita suka banget sama jeruk. Terakhir, mulailah menulis sekarang juga. Makanlah bakso atau seruputlah kopi selagi hangat, begitu datang ide langsung menulis. Kalau lagi di jalan bagaimana, tulislah inti-intinya dulu, edit belakangan.


________

Ditulis dengan Gaya Bahasa Lisan.