Jumat, 01 Maret 2019

KUNJUNGAN SANTRI PUTRI SMAIT DAN MA AL KAHFI KE IBF 2019



Pembukaan Islamic Book Fair tahun ini, 27 Februari 2019, turut diramaikan oleh santri putri SMAIT dan MA Al Kahfi. Mereka pun mengikuti pula acara talk show yang dihadiri oleh Habiburrahman El Shirazi, A. Fuadi, M. Nashih Basyarahil, Hikmat Kurnia (Ketua IKAPI DKI Jakarta).



Diskusi yang dimoderatori oleh Syahruddin El Fikri (Wakil Ketua Panitia IBF 2019) berjalan dengan seru. Terlebih lagi diramaikan oleh pertanyaan dari tiga orang santri putri SMAIT Al Kahfi, Lido, Bogor.


Pertanyaan pertama yang diajukan oleh santri putri SMAIT Al Kahfi adalah, "Bagaimana menulis tidak suntuk dan dapat inspirasi." Lalu Kang Abik sebutan untuk Habiburrahman El Shirazy (Tokoh Perbukuan Islam 2019) menjawab, "Ada dua tipe penulis, ada yang seperti nelayan yang menunggu saja sampai datang ikan yang paling besar terdampar. Ada pula yang mencari inspirasi dengan pergi ke tempat yang disukai. Tinggal pilih, yang pertama akan lebih lama datang inspirasinya, sedangkan yang kedua lebih cepat karena kreatif mencari inspirasi.


Kesempatan bertanya kedua diambil oleh santri putri kelas XII SMAIT Al Kahfi, "Bagaimana memilih buku yang baik dan berfaedah?"

Kemudian M. Nashih Basyarahil (Pimpinan Penerbit Gema Insani) menjawab, "Sebenarnya dengan mengerti mana yang baik dan yang buruk, itu sudah bisa menjadi indikator untuk menjadi penerbit selain jadi penulis. Kamu bisa menjadi penerbit yang baik!"

Pada kesempatan ketiga, santri putri SMAIT Al Kahfi lagi-lagi tak menyiakan kesempatan yang berharga ini dengan menanyakan, "Bagaimana cara agar bisa konsisten menulis di lingkungan pesantren yang peraturannya tidak memperbolehkan alat elektronik?"

Untuk pertanyaan ini,
A. Fuadi (Penulis buku Islam terbaik Fiksi Dewasa) menjawab, "Saya juga dari pesantren. Justru dengan menjadi santri, kita bisa membagi waktu kita dengan terencana. Pada saat pulang kita selesaikan tulisan dengan alat elektronik yang kita punya."

Sementara itu, santri putra baru melakukan kunjungan ke IBF pada 28 Februari 2019. Semoga kegiatan mengunjungi IBF yang secara rutin dilakukan ini dapat menumbuhkan semangat literasi di kalangan santri Al Kahfi. (rf)


Kamis, 24 Januari 2019

PETRIKOR


.
.
Di kamar mungil bernuansa serba putih ini, tak tercium aroma petrikor seperti biasanya, saat langit mencurahkan air pancuran para bidadari. Ini kali terlalu banyak ia mengirimkan air hingga rembesannya menitik deras di kamar lantai tiga ini. Hanya ada aroma obat-obatan. .
.
Yang ada hanya tangis bayi sepanjang malam, dengus napas anak yang lubang hidungnya sibuk mencari celah udara. Yah, hanya ada embus angin meraja lela disertai hujan berteman gemuruh sesekali. Dingin menggigit kulit dan menggelitik paru-paru. Ah, baru pukul 21.26, malam masih panjang sekali. Air di lantai depan kamar mandi masih menggenangkan bayangan anak-anakku yang ceria. .
.
Aku rindu mencium aroma petrikor di samping kamar asrama sambil berharap anakku tak batuk dan demam lagi. Masih terdengar suara anak kecil di kamar lain yang mengoceh, si bayi tak lagi menangis, suara suster yang mengobrol dan mondar-mandir, serta suara jam dinding. Hujan seperti sedang bermain-main dengan waktu, sebentar datang tergesa-gesa, dan sesaat kemudian pergi, lalu datang lagi, kemudian berhenti. Dan kalau hujan berhenti, mulai terdengar deru motor di pinggir jalan. .
.
Malam masih terasa sangat panjang, dingin menggigit kulit dan semakin menggelitik paru-paru. Aku ingin cepat pagi dan menyaksikan pelangi, itu pun kalau tak tertutup polusi kota. Pelangi, sudah lama aku tak melihatnya. Pelangi yang muncul setelah aroma petrikor menguap ditelan mentari. Kapan ya terakhir kusaksikan pelangi? Biasanya hanya tampak kilau embun di pucuk dedaun di depan asrama, juga kabut subuh yang awet sampai santri selesai tahfizh. .
.
Petrikor, di mana kamu? Hanya ada aroma urine anakku yang kusimpan dalam botol buat dicatat suster nanti. .
.
Aha, akhirnya suster datang untuk mencatatnya! Bisa kubuang sekarang. Dan aku sudah mulai terbiasa dengan kamar ini, lebih nyaman daripada ruang UGD lima hari yang lalu. Semoga anakku tak kelamaan di sini, sebab aku pun merindukan petrikor celotehannya, "Hay, Gaes! Jumpa lagi dengan saya, Fadhil, kita akan unboxing."
.
.
@30haribercerita
#30hbc1925 #demam #bersabar #bersyukur

Rabu, 23 Januari 2019

WARNA-WARNI KEHIDUPAN



Indahnya warna dunia dalam pandangan manusia terkadang melenakan. Tak ayal banyak yang menganggap itu berlaku selamanya, dapat kita cicipi dan reguk selezat lidah mengunyah. .
.
Tatkala beberapa nikmat dikurangi Pemiliknya, terasa kita berhak protes kepada-Nya. Aku memaksa-Nya untuk mengembalikan semua itu padaku. Padahal, segala kenikmatan itu fana, titipan sewaktu-waktu akan kembali pada Pemiliknya. .
.
Apa yang dapat kita sombongkan? Tak ada yang abadi. Raga ini hanya seonggok jasad yang dititipkan ruh oleh-nya. Apatah lagi harta dan keluarga, akan hadir dan pergi sekehendak-Nya. Bahagia dan air mata sudah ada jadwalnya, dan bukan kita yang berhak mengaturnya. Namun, kita dapat mengundang kasih sayang yang tak pernah mengecewakan lagi mengekalkan,
hanya dengan cara berdoa. Dia malu jika ada yang meminta lantas tak Dia kabulkan. .
.
@30haribercerita
#30hbc1922

Selasa, 22 Januari 2019

CERITA DARI UGD

Anak keduaku, Fadhil,  sudah 2 hari (Sabtu dan Ahad) hilang kesadaran karena demam dan diare. Meracau dan tak ingat apa-apa. Ia merengik terus. Bola matanya ke atas, hingga aku sangat khawatir. Akhirnya, Ahad 20 Januari 2019, setelah shalat Isya, aku dan suami membawanya ke UGD Puskesmas Cigombong.

Sampai di sana, kami disuruh langsung ke rumah sakit yang lebih besar, karena anakku sudah hilang kesadaran. Tak perlu surat rujukan untuk kasus gawat darurat. Dan kami membawanya ke RS. Bhakti Medicare Sukabumi, karena itu yang terdekat. Celana Fadhil penuh kotoran, ah mengapa saya baru terpikir untuk membeli pampers sekarang.

Di UGD, anakku diterima dan langsung diinfus dan diambil darahnya. Jangan harap ada kursi untuk duduk, aku berdiri dan duduk di lantai yang tak terjamin kebersihannya. Ruang UGD sangat penuh, begitupun ruang rawat inapnya. Sepanjang malam aku berjaga, bergantian dengan suami, kusetel audio al matsurat dan membaca Al Fatihah berulang kali untuk menenangkan Fadhil. Pasien lainnya muntah sangat hebat, untung ada bagian cleaning service yang langsung mengepelnya. Bergantian orang yang masuk UGD, semua sudah masuk ruang rawat inap kecuali anakku. Dokter jaga menyarankan agar kami mencari rumah sakit lain yang ada fasilitas PICU (khusus anak). Fadhil dehidrasi berat jadi perlu penanganan yang intensif.

Pukul 2 dini hari aku sibuk menghubungi rumah sakit di Jakarta, menanyakan ada fasilitas PICU atau tidak, menerima BPJS atau tidak. Hal itu dikarenakan pihak rumah sakit sudah menghubungi rumah sakit Bogor dan Sukabumi, dan ternyata sudah penuh, tak ada kamar inap.

Mengapa kupilih rumah sakit di Jakarta, alasannya karena supaya dekat dengan rumah orang tuaku. Kalau ada apa-apa gampang bolak-baliknya.

Kemudian, pihak rumah sakit mengabari, bahwa RS. Puri Medika Jakarta Utara menerima pasien BPJS dan memiliki ruang PICU. Alhamdulillah.

Bertepatan dengan azan Subuh, kesadaran anakku kembali. Allahu Akbar! Kami senang sekali. Tapi tetap tak bisa pulang, kami harus membawanya ke rumah sakit lain. Senin, 21 Januari 2019, pukul 12.00, ambulan membawa kami ke Jakarta. Ambulans terasa panas karena AC rusak, anak sulungku yang juga sedang kurang sehat (sebenarnya diare juga tapi dia takut dirawat) muntah karena memang suka muntah kalau naik mobil.

Sampai di Puri Medika sekitar pukul dua siang.
Bagian pendaftaran tampak kurang bersahabat, mungkin karena cuma satu orang yang melayani. Kami terdaftar BPJS kelas 1 tapi ia bilang di kelas 2 saja. Olehnya, aku disuruh daftar ke bagian rawat inap. Katanya disuruh menunggu, tapi ternyata ganti orang, tak apa yang penting anakku dapat kamar,  terserah mau kamar nomor berapa. Aku kembali ke ruang UGD dan menunggu anakku dipindahkan.

Aku menunggu cukup lama (ternyata bagian pendaftaran belum konfirmasi ke UGD mengenai kepastian kamar berapa), bagian UGD menelepon dan bagian pendaftaran datang baru memberi tahu. "Maaf, aku lagi sybuk!" kata wanita itu ke bagian UGD. Suamiku ke rumah mama setelah ada kepastian kamar.

Barulah Fadhil dipindahkan ke kamar 312.
Mengenai fasilitas, ternyata Fadhil mendapat kamar yang lebih baik daripada kelas 1, katanya kamar kelas 1 AC-nya mati. Kamar untuk 1 pasien, ada tv flat, dispenser, AC, kamar mandi dengan WC duduk.  Alhamdulillah, suster dan cleaning servis sangat kooperatif.

Suster tampak sangat baik tapi juga kelelahan, entah mengapa di sini sepertinya kurang orang atau bagaimana. Satpam wanita yang pernah membantu mendorong ranjang ke kamar juga mengaku kurang istirahat dan pusing, ia meminta obat ke suster, suster pun menyarankan minum parasetamol saja.

Petang harinya, baru  kusadari bahwa kamar mandi tidak ada lampunya. Orang CS langsung memoto kamar mandi dan melaporkan ke atasannya, sehingga lekas dipasang lampunya.

TV flat tidak dipakai karena saya belum tahu cara menggunakannya dan tidak ada remotenya.  Suster juga kurang tahu penggunaannya. Tak masalah, yang penting anak saya dilayani dengan baik, saya bersyukur. Untuk dispenser 3 kran, ternyata galonnya kosong, dan harus isi ulang sendiri. Alhamdulillah orang CS mau disuruh isi ulang air galonnya. Di awal, air panas masih mengalir, tapi kemudian hanya air dingin yang keluar. Padahal, saya sangat membutuhkan air panas karena saya dan suami yang menjaga anak saya juga sedang batuk. Alhamdulillah ala kulli haal.

Alhamdulillah, hari pertama, ada mama yang sigap menolng kami, anak pertamaku dibawa ke rumah mama dan diurus oleh Tri, adikku. Fadhil masih mencret, tapi ketika ditensi sudah 35 derajat celsius. Alhamdulillah.

Selasa,  22 Januari 2019, pukul 06.15, suhu tubuh Fadhil sudah 36 derajat celsius. Alhamdulillah. Ia masih tertidur pulas.

Pukul 07.30 Fadhil dibangunkan untuk diambil darahnya. Diberi bubur sumsum, obat diare, dan obat cacing (entah mengapa dokternya memberi resep obat cacing). Fadhil sudah dilap badannya tapi masih pusing untuk bisa duduk. Sprei pun sudah diganti. Memang aku cukup cerewet dalam hal kebersihan. Aku juga minta perban infus di tangan Fadhil diganti.
"Emang sudah berapa hari?"
"Dua hari."
Suster pun mengganti perban yang sudah dekil itu.

Pukul 10.35 dokternya visit, katanya trombositnya turun jadi 156, ke arah demam berdarah, tapi gak demam. Aneh,  dokter bilang paru-paru bersih, tapi batuk pilek.

PESAN SENYAP DARI RUANG UGD
.
.
Siapa yang tahu sakit akan dialamatkan kepada siapa, jam berapa, di mana, dan sakit apa. Kalau boleh meminta, kita ingin sehat selamanya membersamai kita. .
.
Satu pelajaran, jangan remehkan diare, muntah, dan demam. Sepele tapi tak main-main risiko yang harus kita hadapi. Tak mudah memang untuk bisa menerima kenyataan bahwa orang yang kita sayangi atau bahkan diri kita sendiri ternyata s-a-k-i-t. Jangan abai pada keluhan sekecil apapun. .
.
Ya Allah, Yang Maha Penyembuh, Rabbannas, saya terima bahwa saya sekeluarga sakit. Saya terima sebagai takdir, setelah saya mengoptimalkan ikhtiar. Tolong sembuhkan kami dengan tidak meninggalkan rasa sakit lagi. Jadikan sakit sebagai kafarat dosa-dosa kami. Aamiin. .
.
@30haribercerita #30hbc1921

Minggu, 20 Januari 2019

SAYUR ASEM



Hujan-hujan begini enak ya kalau makan sayur asem. Mengapa sayur asem digemari emak-emak? Bukan karena manis atau gurihnya, melainkan karena ada rasa asem pada masakan itu.

Dulu, bapak bilang sayur asem itu sayur sampah. Segala-gala dimasukkan ke panci, ya melinjonya, daunnya, jagung, dan bumbu lainnya, sampai asem juga dimasukkan. Padahal, di situlah letak kelezatannya. Bapak lebih suka sayur berkuah santan. Ah, itu bergantung pada selera masing-masing. Toh, lidahku dan lidah mama kompak, sama-sama suka sayur asem.

Ada yang lagi bete nulis, ada yang lagi bete skripsinya gak kelar-kelar, ada yang lagi mutung gegara diputusin pacar, ada yang sedih karena anak sakit, cuma bisa nangis di pojokan kamar. Tapi di situlah asemnya, sama seperti rasa asem yang bikin segar pikiran emak-emak sewaktu menyantapnya. Pikiran kita mengubah rasa dari gak enak menjadi enak, dari asem ke nikmat, dari hambar ke lezat. Nah, kenapa juga aku pasang tulisan sayur asem tapi latarnya berwarna pink. Biar unyu kayak yang nulis. Ini tulisan buat besok sebenarnya, tapi khawatir ideku keburu menguap kayak rasa rinduku ke sayur asem, jadi kutulis sekarang.

Boleh kan ya? Dari semua ceritaku, mana cerita favoritmu?


@30haribercerita
#30hbc1921

ANGGAP SAJA BUMBU KACANG



Kita dapat belajar banyak hal dari anak-anak, misalnya, seberapa sabar dirimu.
Sementara kita mencoba mengajari anak-anak kita semua tentang kehidupan,
mereka mengajari kita apa itu kehidupan.

Mereka tak butuh teori, tapi teladan. Bicara tentang kesabaran, tak akan sampai ke hatinya jika kita tak mencontohkan bagaimana bersikap sabar. Terima kasih anak-anakku, semoga kalian menjadi anak yang sholeh, kuat, sehat, cerdas, banyak memperoleh rezeki, dermawan, dan ikhlas.
(Ada yang mau menambahkan?)

"Dan ketahuilah, bahwa harta dan anak-anakmu hanyalah sebagai cobaan, dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar." (Q.S. Al-Anfal: 28)

Jika ada yang tak mengenakkan hati dalam perjalanan hidup kita, anggap saja itu bumbu kacang dalam gado-gado kehidupan kita, sehingga bertambah kesyukuran dan nikmat hidup kita. Alhamdulillah 'ala kulli hal.

@30haribercerita #30hbc1920

Sabtu, 19 Januari 2019

REHAT


Sejak pukul enam pagi aku sudah keluar rumah, beli kangkung, lele, manggis, dan bumbu dapur, tak lupa bubur buat dimakan berempat. Ternyata, tak ada yang nafsu makan. Semuanya demam sejak semalam, kecuali aku.

Suamiku tergesa-gesa pergi menjadi pengawas tes PSB, jadi tak sempat menyentuh bubur yang tadi kubeli. Fadhil hanya mau makan manggis, sedangkan Arik tidak nafsu. Jadi kusuapi Fadhil, tapi setelah itu dia minta ke kamar mandi. Jadilah kugendong ia untuk buang air kecil. Selanjutnya, lele menanti untuk berendam di minyak panas.

Sambil menggoreng lele dengan api kecil, kubisa memutar tombol mesin cuci. Bolak-balik dari dapur ke mesin cuci. Selesai cuci-kering, ternyata jemuran penuh, jadi kubiarkan saja di pengering mesin cuci. Lalu kulanjutkan membalik lele yang masih di wajan.


Saat 4 ekor lele selesai digoreng, Fadhil minta disuapi. Tiba-tiba Arik muntah sebelum langkahnya sampai di kamar mandi.

"Amis, Bun. Di mana-mana bau lele," ucapnya protes karena mual sampai pusing naik ke ubun-ubun.

"Sabar, Bunda nyuapin Fadhil dulu. Nanti lantai Bunda pel deh pakai karbol," kataku.


"Udah, Bun," kata Fadhil menolak suapanku.

Alhamdulillah, aku bisa ngepel. Sekarang, aku yang batuk-batuk sambil mengusap-usap badan Fadhil yang berkeringat, ia berhalusinasi ada yang memalu sangat kencang. Sepertinya, aku butuh rehat. Sementara suamiku masih berjuang mengeluarkan dahaknya.


@30haribercerita #30hbc1919

Jumat, 18 Januari 2019

Selamat (Tak Bisa) Tidur, Tedy!


Pukul 01.00 dini hari, nada sunrise view
di ponselku berbunyi. Entah mengapa malam itu aku lupa mengatur setelannya ke senyap, sehingga sangat mengganggu tidurku. Sambil membuka sebelah mataku, kuintip layarnya. Ah, cuma deretan angka. .

Anehnya, kubawa ponsel itu ke suamiku yang tidur di kamar anakku. Biar ia yang menerima telepon tidak jelas itu, karena biasanya ia yang paling tenang kalau sampai ada berita yang tidak baik. Jujur, aku panik.

Kemudian, sambil mengusap mata,  suamiku mulai bicara.

"Halo!"

"Ditangkap polisi, Om." . "Halo, ini siapa?"

"Tedy...," suaranya parau seperti menangis. .

"Tedy siapa?"

"Tuuut.. tuut... tuut.... "

Ternyata, orang tersebut mengaku bernama Tedy dan ditangkap polisi. Haha, kami tak punya saudara atau kerabat bernama Tedy. Pahamlah kami, ini modus yang sama ketika bapakku (allahuyarham) kena tipu hingga menguras semua tabungan pensiunnya. Belajar dari pengalaman, yang dibutuhkan untuk menghadapi penelpon gelap adalah bersikap tenang. Ah, andai aku yang menerima telepon itu lebih dulu, mungkin aku kena tipu juga.

Si penipu memang cerdas, membuat orang panik hingga tak dapat berpikir jernih dan akhirnya mengikuti perintahnya. Dari seratus orang yang ditelepon, mungkin ada satu-dua orang yang kena, pikirnya. Akan tetapi, ia juga lupa, bahwa pengalaman dan bersikap tenang dapat menyelamatkan calon korbannya. Selamat (tak bisa) tidur, Tedy!


@30haribercerita #30HARIBERCERITA
#30hbc1918 #30hbc19tenang #tenang #tenangkanhati #tenangkanfikiran



BELAJAR SEUMUR HIDUP



Sudahkah saya bersyukur pada setiap proses yang saya alami, bersyukur pada kegagalan yang saya alami, bersyukur pada kesedihan yang saya alami, bersyukur pada kebahagiaan yang saya nikmati, bersyukur pada kemajuan yang saya buat, bersyukur pada setiap pembelajaran yang saya jalani, dan tentunya bersyukur pada kesuksesan yang saya peroleh?


Mengapa saya harus merasa stagnan, dengan bertambahnya usia membuat minat belajar saya menurun? Saya tak ingin terjebak pada rutinitas kerja yang monoton. Oleh karena itu, saya harus melepaskan rasa malu/takut akan gagal, terus menumbuhkan rasa ingin tahu/penasaran tentang hal baru karena pertanyaan akan mengaktifkan otak saya. Kemudian, saya harus fokus pada proses. Setelah itu, saya mencari tantangan baru, bukan masalah baru. Bergabung dengan komunitas yang searah dengan visi hidup saya.

Kalau saya jatuh, siapa yang akan mengulurkan tangannya untuk membantu saya bangkit. Kalau saya malas, siapa yang akan menjadi mentor bagi anak didik saya. Saya harus menolong diri saya sendiri untuk kembali menopangkan tubuh saya pada kedua telapak tangan, merangkak, berpegang pada dinding kepercayaan diri yang tak boleh rapuh lagi, hingga proses itu kelak bercerita dengan indahnya pada suatu hari nanti, saat saya menyaksikan anak-anak saya bertumbuh dan berkembang atas pertolongan Allah, bukan semata mengikuti nasihat saya.

@30haribercerita  #30haribercerita1917 #harike17
#30hbc1917

Tenanglah, Hidup Hanya Sementara


Saat kita mati, amal terbaik apa yang akan kita hadapkan ke yaumil hisab? Mengharapkan syafaat rasul tapi apa yang terjadi jika kita tertolak? Tak dianggap sebagai umat nabi manapun.

Allah tidak akan memandang wajah orang yang membuang muka pada saudaranya. Jangankan melirik, diizinkan mencium bau surga pun tidak. Yang terjadi bahkan jasad gosong kena asap neraka.

Ramai-ramai kita unjuk rasa, jangan sekarang kiamatnya, Ya Rabb,  saya belum siap. Sementara bencana datang silih berganti. Pertanda apa? Takdir hadir tak minta diterjemahkan, karena akan sulit diterima logika manusia.

Ketika ramai-ramai orang berteriak, jangan dia presidennya, apa hak kita mengatur-Nya? Sekuat apa pun usaha kita, selihai apapun para "musang" bermuslihat, tetap tangan Allah yang bergerak mengikut kehendak-Nya. Kita cuma bisa berusaha menggedor pintu langit, mohon yang terbaik untuk negri ini. Dunia hanyalah sayap nyamuk. 😭

Apa yang kita bilang, apa yang kita tulis, apa yang kita upload, akan dipertanyakan untuk apa? Bisakah kita menolak, malaikat tolong tangguhkan jadwal kematian saya? Tak ada yang bisa saya sombongkan, semuanya tak ada yang kekal abadi. .

Ya Allah tolong sehatkan dan selamatkan penduduk negri ini. Tolong sehatkan tubuh, akal, dan jiwa kami, agar tak jadi orang yang sombong.

#ntms
@30haribercerita
#30hbc1918 #30hbc19tenang #30HARIBERCERITA #AyoLebihBaik


Rabu, 16 Januari 2019

10 YEARS CHALLENGE



Kira-kita sepuluh tahun lalu, Nexian yang giginya sudah ompong (hurufnya sudah copot lemnya) masih saja menemaniku. Sampai-sampai salah seorang muridku berkata, "Ganti napa, Bu. Gak bosen apa, udah jelek gitu. Lembiru, lempar beli baru... ."
.
.
Sambil tersenyum aku pun menjawab, "Nanti kalau kamu sudah kerja, bakal merasakan gimana susahnya cari uang, pasti kamu akan seperti ibu."
.
.
"Maaf, Bu. Cuma becanda," ucapnya canggung. .
.
"Gapapa, Nak, santai aja," balasku. .
.
Tiga tahun kemudian, tibalah pada saat anak itu diwisuda. Semua anak sudah melewati prosesi wisuda dan saatnya musofahah dan foto bersama keluarga. Di antara keriuhan orang banyak, ternyata anak tersebut menghampiriku sambil berkata, "Bu, terima kasih atas bimbingan Ibu selama ini, mohon maaf sebesar-besarnya atas dosa dan kesalahan saya selama ini. "
.
.
"Nah, Ibu aja lupa kamu salah apa sama Ibu. Seandainya kamu punya salah pun sudah lama Ibu maafkan," kataku menenangkannya, karena kulihat matanya sudah berkaca-kaca. .
.
"Pokoknya kesalahan saya besar, gak bisa saya katakan sama ibu. Saya cuma minta ridhonya Ibu, jangan sampai karena Ibu gak ridho sama saya menjadi penghalang keberhasilan saya. Seandainya ibu mahrom saya, saya akan cium kaki Ibu," kata anak lelaki itu terisak.
.
.
Apa ya, aku cuma ingat dia pernah bilang HP saya sudah jelek. Ah, sudahlah, itu sudah lama sekali kumaafkan. "Eh, gak perlu cium kaki segala. Udah nangisnya, malu tuh nanti diliat teman-teman kamu," kataku mencoba mencairkan suasana. .
.
Senyumnya mengembang, tangannya cepat mengusap air mata di pipinya. "Terima kasih, ya, Bu... "
.
.
Aih, siapa saya, saya bukan wali kelasnya, tapi anak itu begitu terlihat menyesal. Kalau ada yang ngatain saya jayus, lebay, garing sih sudah biasa. Sudahlah, saya cuma bisa mendoakan untuk kesuksesannya.
.
.
Sekarang, HP yang saya pakai untuk menulis cerita ini cuma Vivo 3, kameranya kadang bisa dipakai memotret kadang tidak, sering terbanting, jatuh, dan kecipratan air juga. Kalau sedang ngadat, ya cuma bisa screenshoot gambar saja untuk diunggah di instagram.
.
Banyak pula kenangan manis
Banyak cara untuk  menulis
.
.

@30haribercerita #30hcb1916

Selasa, 15 Januari 2019

PANIC ATTACK




Siluet indah yang mencari jejak sisa rinai yang malu-malu. Langkahku terhenti sejenak untuk menguntai tasbih senarai rindu. Ingatanku memutar kembali kenangan beberapa tahun lalu.


Darah berdesir deras, keringat dingin mengucur, sedangkan lututku bergetar, masih untung tertutup rok. Aku begitu minderan kalau bertemu orang banyak. Padahal, dulu pernah belajar public speaking, masih juga minderan gak hilang-hilang. Kalau boleh memilih, aku lebih nyaman jadi penonton daripada orang yang tampil di atas panggung. Yah, biarlah anak didikku yang tampil, aku di belakang panggung saja.


Hari itu, aku ditunjuk sebagai MC wisuda. Kepanikan luar biasa menyerangku, pandangan brrkunang-kunang, isi perut terasa teraduk-aduk, ratusan mata seakan tertuju padaku. Untunglah mataku rabun jauh, sehingga sedikit mengurangi kecemasan. Aku sadar di hadapanku hadir kepala yayasan, pimpinan, pejabat, rekan guru, dan orang tua murid. Untuk menenangkan diri, kucoba tetap tersenyum sambil menyapa mereka. Akan tetapi, tangan kananku bergetar memegang mikrofon, sehingga tangan kiriku yang juga memegang susunan acara langsung kusatukan supaya stop gemetarannya. Suara jantungku lebih keras terdengar daripada riuh suara hadirin.


Lima sampai sepuluh menit pertama memang masih grogi, setelah itu groginya ternyata belum hilang juga. Setiap pergantian pemberi sambutan, aku pergi ke kamar kecil.


Dejavu, ingatanku berputar jauh ke belakang, bayangan saat anak-anak putra yang berada dalam perwalianku, kelas XI IPA 1 tampil bernyanyi untuk kakak kelasnya, aku ikut gugup. Yah, lumayanlah walau suara mereka fals, karena memang bukan penyanyi. Selesai tampil, tiba-tiba seorang anak putra langsung ingin memelukku.


"Ibuuu!"


"Eh, bukan mahrom!" sergahku mengelak.


Kedua tangannya yang semula hendak memelukku segera diturunkan, kemudian tangan kanannya mengepal seraya berkata lantang dengan wajah sumringah lega,
"Akhirnya, Bu. Ibu juga bisa, semangat, Bu!"


Aku memang tak seberani yang lain, tapi kenyataan di depan mata harus dihadapi, tak ada tempat untuk bersembunyi. The show must be go on!



@30haribercerita
#30hcb1915 #harike15

SORE NAN SYAHDU



Sore ini tiba-tiba kuteringat pada saat pembagian rapor dan kebetulan aku wali kelas X IPA putri. Memoriku seakan meraba sosok seorang ibu yang terlihat muda di usianya yang kuterka masih kepala tiga. Samar-samar terdengar ucapannya, "Tak apa-apa nilainya KKM semua, saya mah nyekolahin anak saya di sini dengan harapan nanti bisa mendoakan saya, segitu aja saya udah seneng, Bu. Biar dia selamet dari pergaulan yang gak bener."


Saat itu hatiku berontak, kok targetnya sederhana banget sih. Yah, saat itu usiaku masih dua puluhan, belum terbayang bagaimana perasaan memiliki anak seusia  SMA.


Kemudian ingatanku memutar kembali kenangan seorang bapak yang sudah renta. Kepalanya sudah penuh dengan rambut yang memutih.


Lamat-lamat terngiang suara paraunya, "Alhamdulillah nilainya masih baik, yang penting dia sudah hafal doa-doa, nanti kalau saya sudah gak ada, dia yang doain saya," ucapnya sambil menyeka cairan bening yang menghangati pipi keriputnya. Tak sadar aku pun turut terharu.


"Saya sekolahkan putri saya di sini supaya mandiri. Maklum, dia satu-satunya anak perempuan di rumah. Jadi maklumin aja ya, Bu, kalau dia manja. Saya ingin menyelamatkannya dari pergaulan remaja yang gak bener, " lanjutnya.


Sore ini, aku terhenyak, baru menyadari arti ucapan mereka. Mungkin ini juga yang kurasakan saat anak sulungku sudah beranjak remaja. rasanya, baru kemarin ia kubawa ke mandi bola, berenang, semotor masih bertiga. Sekarang, ia sudah kelas enam. Harapanku pun tak muluk-muluk, semoga anak-anakku bisa mendoakan orang tuanya. Yah, kupikir ungkapan "harta yang paling berharga adalah keluarga" itu benar, apalagi semua anggota keluarganya saling mendukung, baik susah maupun senang. Anak-anak yang sholeh-sholehah adalah qurrata a'yun, penyejuk mata kedua orang tuanya. Semoga mereka mau mendoakanku sebagaimana aku mendoakan bapakku allahuyarham. Aamiin.


@30haribercerita
#30hcb1914

Minggu, 13 Januari 2019

Senandung di Tengah Hujan



Ini bukan tentang hujan yang merintih ingin turun ke bumi. Bukan pula dedaun bambu berbisik ingin dikasihi. Akan tetapi, ayat-ayat kauniah terbentang sebagai wasilah agar manusia senantiasa mengingat-Nya dalam  setiap keadaan.


Sesekali guntur terdengar, seakan menjadi saksi atas semua laku manusia. Ada lorong gelap yang menjadi rahasia antara manusia dengan Rabb-nya. Jika bukan karena kasih sayang-Nya, aib-aibku tak akan tertutup. Ampuni segala dosa-dosa hamba, Ya Rabb. .


@30haribercerita #30hbc1913


Sabtu, 12 Januari 2019

NYAMUK BAPER



"Nguing," nyanyiku malam ini, sambil nguping dengerin setengah orang alias bocah belasan tahun yang baru mengenal cinta.
.
.
Si gadis awalnya bahagia level 30 deh saat lelaki yang diam-diam disukainya datang ke rumahnya. Pipinya merona, sayang gak kelihatan karena kulitnya gelap kejemur matahari. Lelaki itu pun malu-malu mengutarakan maksudnya.
.
.
"Ng... Kamu mau gak?" kata lelaki itu memulai obrolan.
.
.
"Mmm... mau apa ya?" si gadis tersipu, nyawanya seakan melayang ke langit-langit rumahnya yang pendek, keseringan diurug karena langganan kebanjiran.
.
.
"Ng...  . Anterin saya ke rumah Ni," jawabnya sungkan. Pas banget di TVRI menayangkan monyet di acara "Flora dan Fauna".
.
.
Deg! Walau hati tak rela, akan menangis, tapi gadis itu tak bisa menolak. Ni adalah tetangga si gadis. Jadi, hanya karena itu, ia datang ke rumahku? Pikirannya bercabang. Suara sendalnya terdengar keras, ia seret langkahnya untuk menemani lelaki itu.
.
.
Seandainya aku bisa menghibur gadis itu, aku akan terus menyanyi di samping telinganya. Aku bisa merasakan kepedihannya saat tiba di rumah tetangganya, mata lelaki tak henti menatap Ni. Bayangannya pun melekat walau gadis bernama Ni itu membalikkan tubuhnya ke dalam untuk mengambil air putih sebagai suguhan.
.
.
Gadis itu pasti gerah, terjebak dalam situasi yang tak diinginkan. Kemudian, gadis itu mohon izin untuk duduk di luar saja.
.
.
"Di sini nyamuknya sedikit ya, temennya yang banyak... Hahaha," ucapnya agak lantang, berharap yang sedang asyik mengobrol di dalam juga paham. Sayangnya itu gak ngaruh buat mereka.
.
.
"Gw pikir dia cowok langka, matanya gak jelalatan, ternyata sama aja," gumamnya pelan.
.
.
Percaya gak, mereka yang sedang kuceritakan ini masih berusia 12-13 tahun. Tapi jangan mikir kejauhan deh, mereka cuma ngobrol basa-basi.
.
.
Kata Ivanasha dalam bukunya nih, "Luka tak memiliki suara, sebab itu air mata jatuh tanpa bicara."
.
.
Lantas temanku, nyamuk juga, berbisik, "Sekalian aja pakai hashtag masih dengan perasaan yang sama dengan orang yang sama".
.
.
"Ehem... Kalo mereka gedean dikit juga tentu sudah belajar, bahwa akad lebih dahsyat dari nekat, "balasku kalem.
.
.
@30haribercerita #30hbc1912Jika

ANGGAPLAH KOLAK PISANG


.
.
Saat anak berkurang kesehatannya, anggaplah seperti kolak pisang, duit cekak kolak pisang, dan salah isi kuota hari ini juga kolak pisang. Ingin isi paket bulanan malah harian. Mihil boo, tapi anggap saja kolak pisang. Segitu masih mendinglah karena ada manis-manisnya gitu, ketimbang kubandingkan dengan masamnya jeruk nipis. Malas aja kalau segala yang gak enak di lidah perasaan kuanggap sebagai kesialan belaka. .
.
Jika aku jadi kolak pisang, aku bayangkan aku punya dua anak, kuah gula dan pisangnya itu sendiri. Anggaplah kuah gula merahnya itu rasa syukur yang manis, sedangkan pisang sebagai ikhlas. Dua anak kembar yang membuat kelapangan ruang kesabaranku bertambah luas, sehingga masalah apa pun menjadi lebih kecil. Dari sanalah, aku mencoba bersyukur dan ikhlas. .
.
Semanis-manisnya kolak pisang, kurang afdal tanpa garam. Jika garam kuanalogikan sebagai masalah, malah menjadikan kehidupanku terasa gurih. Terima kasih masalah, karenamu aku menjadi belajar bahwa tak pernah salah. Biarlah air mata pembasuh jiwa tak perlu diterjemahkan, dia adalah anugerah untuk membasuh kegalauan. .
.
Kuizinkan hati ini bahagia, karena masalah hanya bagian dari bumbu awal hadirnya kesabaran yang berbuah kebahagiaan. Hasbunallahu wani'mal wakiil. Cukuplah Allah sebagai penolong dan sebaik-baik tempat bersandar. .
.
@30haribercerita
#30hcb1912
#30hbcjika

Jumat, 11 Januari 2019

TUJUAN UTAMA


.
.
Sebuah foto surat dari tokoh terkenal mendorong saya untuk menuliskan hal ini. Surat itu bertuliskan,
.
Target Utama Saya
.
“Saya, Bruce Lee, akan menjadi artis Mandarin dengan bayaran tertinggi di Amerika Serikat.  Sebagai balasannya, saya akan melakukan akting terbaik dan paling berkualitas sebagai seorang aktor.  Mulai tahun 1970 saya akan terkenal sejagad dan hingga akhir tahun 1980 saya sudah memiliki $10 juta (Rp. 130 miliar). Saya akan hidup damai sentosa dan bahagia”.
.
.
Tentunya aku dan kamu juga punya tujuan utama dalam hidup, ya kan? Namun, menurut John D. Rockefeller, "Banyak orang yang mempunyai impian, 97% menyimpannya dalam angan-angan, 3 % menuliskannya secara rinci. Itulah mengapa jumlah orang sukses di dunia hanya 3%." Harus ada tindakan yang mendukung impian kita.
.
.
Mungkin kita tak menyadari, banyak potensi kita yang belum tergali, tinggal kitanya mau atau tidak mencoba sesuatu di luar zona nyaman, di luar kebiasaan. Apa kita selama ini membiarkan diri terkungkung seperti katak dalam tempurung, merasa hebat di lingkungan sendiri, padahal tak ada apa-apanya? Cobalah out of the box thinking.
.
.
Bruce Lee berkata, "Never waste energy on worries or negative thoughts. Maka tak boleh ada ruang untuk pikiran negatif dan kegalauan yang bikin freze, gabut, atau leyeh-leyeh sambil bilang, "Idup gw kayak aer, ngalir aja. Santai kayak di pantai, " padahal menyimpan gumpalan magma masalah yang bisa erupsi kapan saja.
.
.
Tujuan utama kita harus kita tentukan. Fokus pada apa yang kita idamkan. Pertama, mimpikan, lalu visualisasikan, kemudian kejarlah keinginan kita. Terakhir, yakinlah bahwa takdir baik sedang menanti kita.
.
.
Raihlah, kejarlah mimpi setinggi-tingginya, tapi sebagaimana burung yang jauh jangkauan terbangnya, ia pulang juga ke sarangnya. Tujuan akhir kita adalah beribadah, yang berwujud amal shaleh.
sebagaimana Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah berpesan, “Ambillah dari dunia yang halal untukmu, dan jangan engkau lupakan bagianmu darinya, namun letakkanlah dunia di tanganmu dan jangan meletakkannya di hatimu, ini yang penting.”
.
.
.
@30haribercerita #30hbc1911 #30haribercerita1911 #Januari2019

JADI PENGUJI





Tahun ini LTQ (Lembaga Tahfizh Quran) pesantren mempercayakan amanah sebagai penguji sertifikasi tahfizh padaku dan tak bisa bilang tidak. 😅 .
.
"Kalau begini bagaimana?" tanyaku padanya.
.
"Begini ya..." jelasnya.
.
"Memang gapapa ya kalau gini?" tanyaku lagi.
.
"Gapapa, tenang... " ujarnya sambil tersenyum.
.
.
Duh, kok ya ada yang iseng motret ini ya. Seneng sih, tapi kesannya, ini rapat keluarga atau apa sih? Kok di mesjid? Ssst.. dengerin Ustad yang lagi ngasih pengarahan buat santri kelas 9 dan kelas 12 yang mau ujian sertifikasi tahfizh besok.😝 Justru aturan teknis ujianlah yang sedang kutanyakan pada suamiku. Terima kasih pada Pak Taufik @opict_art yang sembunyi-sembunyi mengambil momen kebersamaan kami dengan kameranya.
.
.
Yah, besok dan sembilan hari berikutnya adalah saat yang mendebarkan bagi mereka. Oleh karena itu, Mereka mendapat pengarahan dari kepala sekolah juga briefing dari pembimbingnya. Setelah briefing, akhirnya mereka sepakat dengan jadwal ujian yang ditentukan oleh LTQ. .
.
Pada ujian sertifikasi tahfizh, bervariasi jumlah juz yang akan mereka setorkan, ada yang 4 juz, 5 juz, 8 juz, bahkan lebih. Untunglah, aku hanya kebagian 4 orang santri yang harus diuji selama sepuluh hari, sejuz sekali duduk untuk sertifikat reguler. Semoga ujian mereka lancar dan berhasil. .
.
@30haribercerita
#30hbc1910
#30haribercerita1910

GAMES MENULIS



Terinspirasi dari tantangan 30 hari bercerita di instagram, kuterapkan kegiatan ini sebagai games pembuka awal semester genap. Cara mainnya sebagai berikut. .
.
Lima menit pertama:
Gambarlah apa saja, anggaplah itu sebagai foto yang kalian unggah di instagram!
.
.
Gunakan waktu 10 menit selanjutnya untuk menuliskan cerita/artikel/puisi sebagai captionnya! .
.
"Abaikan aturan penulisan. Yang penting nulis. Kalau ada yang salah ya kita perbaiki sama-sama nanti, setuju?" ucapku menyemangati mereka. .
.
Kemudian kubiarkan mereka riuh dengan pikiran masing-masing. Mataku tertuju pada tanaman anting putri di depan kelas. Semerbak aromanya yang mendekati bau melati itu menambah semangatku di siang yang basah. Biarlah basah bajuku oleh derasnya hujan, sederas asa dan cintaku.







.
@30haribercerita
#30haribercerita2019
#30HCB1909

Selasa, 08 Januari 2019

SEMANGAT PAGI, KAKI MUNGIL!



Saat lingkar jingga lelah singgah di cakrawala
Saat kaki kaki mungil tak kenal lelah berpijak
Saat wajah merupa pias namun hati puas

Para tukik mulai mengarungi petualangan pertamanya
Berjuang melawan sisiran dan debur ombak
Bergerak maju meski kerap terempas
Menuju keniscayaan
Kemenangan itu tinggal selangkah lagi

@30haribercerita
#30hbc1908
#30haribercerita1908
#30HBCjalan
#2019menang



SEMANGAT PAGI

Masih ingatkah, kalian, pada yel-yelku untuk menyemangatimu setiap hari di kelas? Ternyata aku sendiri tak berdaya saat mencoba melangkahkan kaki di tepian pantai berpasir di Ujung Genteng. Butiran pasir terlalu agresif masuk ke sendal, sehingga kaki terbenam dan berat untuk melangkah. Kalian tinggalkan aku sambil berteriak, "Semangat Pagi!"


Hampir menangis aku karena takut kalian tinggal. Namun, aku tak mau kalah semangat, perjalanan ini pasti berujung di konservasi penyu. Ah, fokus, jangan tergoda pada cangkang lokan dan kerang yang berwarna-warni!



Lingkar senja tersembul malu di cakrawala. Kita pun tiba di tempat telur-telur penyu dikutip agar tak terjamah tangan-tangan manusia serakah. Mata kalian berpendar saat masa yang kita nantikan itu tiba.


Satu per satu tukik-tukik dikeluarkan dari ember. Kemudian kita sama-sama menghitung, "Satuuu, duaaa, tiiigaaa!" Kaki-kaki mungil mereka mulai bergerak, ada yang berjalan lurus ke arah pantai, ada pula yang menyerong. Sesekali lidah ombak mengempas, sesekali tukik berupaya meraih kesempatan untuk berenang. Ada pula yang takut menerjang segala tantangan. Akhirnya, semua tukik hilang ditelan sisiran ombak.


Kini, satu per satu dari kalian pergi meninggalkan sekolah untuk status baru, mahasiswa. Bergeraklah kalian untuk memenangkan babak baru perjuangan hidup kalian. Bergeraklah seperti air, karena air yang mengalir akan jernih membawa manfaat kehidupan. Akan tetapi, jika air itu diam maka akan keruh seperti air selokan yang mengoleksi sampah masalah.


Semangat Subuh!

@30haribercerita
#30haribercerita1908
#30hbc1908

Senin, 07 Januari 2019

GALAT (LAGI)



Pagi ini kudapati Fadhil sudah tidak ada di kamarnya. Hm... perasaan tadi tidur di sebelahku, lalu lamat-lamat kudengar ia berkata, "Bun, dede kok buang-buang air terus ya?"


Kujawab dengan mata setengah terbuka, "Ya udah, tidur ajalah, istirahat sini deket bunda."


"Bun, kalau mau solat subuh jam berapa sih ke mesjidnya?"


"Kalau dah azan, jangan nunggu qomat, "
Lantas kutarik selimut lagi. Sekejap kemudian aku terjaga, Fadhil tak ada!
Ah, mungkin sudah ke mesjid. Lalu kubangunkan suami dan Arik, si sulung, untuk salat.


Kenyataan hari mengajarkanku, tak semua rencana dapat terwujud. Meski sudah kurencanakan anak-anak ke sekolah hari ini, ternyata Arik yang sudah lengkap berseragam tak jadi ke sekolah karena amandelnya kumat. Fadhil tertidur karena semalaman tak tidur, buang-buang air. Tinggal aku dan suami yang bergegas ke sekolah untuk mengajar. Ditambah lagi, untuk ke sekian kalinya kamera HP-ku ngambek lagi tak bisa untuk mengambil gambar.


Ini kali adalah hari pertama masuk sekolah, saatnya pembagian hadiah bagi siswa berprestasi dan tiap siswa diminta membuat resolusi 2019.


Pikiranku pun masih galat, tak sanggup memikirkan tagihan bulanan yang harus kuhadapi nanti. Show must go on, hidup harus terus berjalan, apa pun masalahnya, kutitipkan dulu ke Allah, sekarang harus fokus dulu pada aktivitas Senin ini. Tahun 2019 harus lebih baik daripada tahun sebelumnya. Jangan lupa senyum hari ini.


NB: Galat adalah padanan kata bahasa Indonesia untuk kata error (bahasa Inggris), berasal dari bahasa Arab غلط yang artinya 'salah'.



@30haribercerita #30hbc1907 #30haribercerita1907

Minggu, 06 Januari 2019

BAN BOCOR


.
.
Angin malam menggigit di tepi tol, air liurku mendadak kering. Suamiku melambaikan tangannya pada pengemudi lain. Alhamdulillah, seorang bapak mendekat dan meminta dongkrak. Sementara itu, anak-anak penasaran melihat bapak penolong yang sibuk mengganti ban mobil yang bocor. .
.
Perjalanan masih panjang. Malam terasa lebih panjang. Deru mobil meraung tanpa henti, sementara aku tak bisa berbuat apa-apa, tapi tak hendak meratapi nasib. Baik-buruknya sudah ditetapkan-Nya. .
.
Bismillah, perjalanan kami lanjutkan. Semoga selamat sampai rumah. Alhamdulillah 'ala kulli haal, pertolongan-Nya sangat dekat. Terima kasih, ya Allah. Terima kasih bapak penolong yang entah siapa namanya.
.
.
Samar-samar terdengar suara, "Ayah, kayaknya kalau di masa depan gak ada lampu merah deh, adanya tembok transparan yang ada magnetnya yang bakal narik mobilnya ke belakang," celoteh Fadhil, si kecil yang menemani ayahnya menyetir. Sementara mobil terhenti, SPBU cuma menyediakan pertamax sebagai penyambung perjalanan. "Yah, nanti mobil gak diisi bensin, tapi air." Alhamdulillah, akhirnya sampai di rumah pukul 02.30.
.
.
@30haribercerita
#30hbc1906
#30haribercerita1906

Sabtu, 05 Januari 2019

POLKADOT



Helai daun bayam mengelus tenggorokannya, bunda memaksaku,"Telan ayuh telan!" aku berontak dan... memuntahkannya. Aku gak begitu suka sayur.
.
.
"Ayuh biar adem," katanya. Ternyata bukan itu saja, adem lari, tablet putihlah, juga disuruh telan. Gumpalan daging bercorak polkadot putih di kiri dan kanan anak tekak enggan hilang. Rasanya tuh panas terbakar demam 🔥🔥🔥 Penasaran kan aku sakit apa? Bunda bilang harus dioperasi segala. Ampuuun.
.
Aku cuma anak usia belasan tahun yang sedang mencari eksistensi diri. Tapi terganggu dengan si polkadot ini. Buat menelan saja sulit, inginnya es krim, eh malah gak boleh sama bunda. Entah mengapa aku juga jadi insomnia kalau malam, eh kalau gak salah itu istilah buat orang yang susah tidur kan? Iyalah, cuma bisa guling kanan-guling kiri, pindah posisi tapi tetap gak bisa tidur. Para vloger di yutublah yang atraktif menghiburku saat gak bisa tidur.
.
Jidatku saat kusentuh, masih panas. Napas aja susah, ingin yang adem-adem. Kutahu bunda panik dan rajin berdoa untukku dan rajin pula nyuruh aku salat. Kukerjakan walau mager.
.
Polkadot ini ngeselin banget, bikin batuk dan bikin pengen muntah. Teman-temin yang baik hati dan tidak sombong, gemar menolong dan rajin menabung, tahu gak cara atasi amandelku yang penuh polkadot ini? Kasih tau dong. Kutunggu jawaban kalian, aku mau berlayar ke pulau kapuk dulu.

@30haribercerita
#30hbc1905
#30haribercerita1905

PARE CINTA


.
.
Kisahku begitu klasik. Hadir tak diduga tanpa pedekate. Awww! Berawal dari bertukar CV lalu bertemu dan akhirnya akad. Dan itu tak seperih ritual menggalau saat turun hujan malam minggu.
.
.
Berapa banyak orang mendamba pernikahan tanpa tahu apa di balik manisnya bulan madu. Yah, aku memang bukan pelaku nikah muda, tapi sempat terkejut, bahkan terkentut karena berbagai hal.
.
.
Bagi seseorang mungkin nikah itu keren, tapi tidak seindah yang dibayangkan, bukan? Ada proses pemindahan tanggung jawab nafkah dari ayah si gadis ke pundak suaminya. Bukan pula masalah istri yang tak bisa masak dan mengurus anak. Lebih dari itu, ada proses adaptasi, penerimaan, dan komunikasi yang mudah diucapkan tapi sulit dilakukan.
.
.
Jangan khawatir, semua itu proses belajar seumur hidup. Aku pun tak layak mengeluh saat hanya menerima yang sedikit dan bersyukur atas segala kondisi. Saat pahit getirnya pare bertemu bumbu-bumbunya yang pas, tentu akan seimbang rasanya. Manis, pedas, pahit, gurih, berkumpul dalam satu wadah. Wadahnya itu bernama hati.
.
.
Semua bergantung pada penyikapan dan kelapangan hati. Hati ini memilih bersyukur meski pahit yang ditelan. Seperti makan tumis pare, pahitnya cuma mampir sebentar di lidah, kalau sudah sampai di lambung rasanya sama saja, sama seperti manisnya gula, pedasnya cabai, gurihnya micin, dan asinnya garam. Tak berpura-pura suka pare, tapi memang doyan.
.

.
Keyakinan bisa menyatukan dua insan berbeda karakter, kebiasaan, dan lainnya, bergantung pada kemampuan beradaptasi, menerima kekurangan-kelebihan pasangan, dan lintas komunikasi yang lancar. Semuanya butuh proses, perjuangan, dan pengorbanan. Termasuk dalam menurunkan ego masing-masing, menurunkan standar pasangan ideal, agar dapat saling menerima kekurangan pasangan.
.
.
Begitu pun dengan penulis yang ingin terlihat keren dengan banyaknya like sampai rela beli followers. Sejatinya ia sedang menipu hatinya sendiri. Sempat kudengar dari seseorang, keyakinan (naskahnya diterima penerbit) itu mahal, ketenaran dan koneksi mendatangkan uang. Namun, apa lantas aku mengamininya? Kupilih menggenggam bara keyakinanku.
.
.
@30haribercerita
#30HBC1904
#30haribercerita2019

Jumat, 04 Januari 2019

MAU BAKSO?


.
.
Rasanya aku ingin menyerah. Lelah dan ingin segera terlelap. Tapi ada apa di situ? Kenyataan tak seindah harapan. Aku cuma ingin bakso komplet dengan toppingnya. Tidak! Ini bukan tentang phobia pada jarum timbangan. Ini tentang keberanian menghadapi masa depan sekaligus kemungkinan-kemungkinan yang membayangiku.
.
.
Kerap kuberpikir, apa kurang garam, kurang cuka, atau kurang cabai pada baksoku. Oh, garam kehidupan yang kurasakan kian terasa asin, begitupun masamnya cuka dan dahsyatnya cabai cobaan yang mendera.
.
.
"Cuma segini nih, kekuatanmu?" cibir otakku dalam-dalam, "Kamu lupa Dia tuh paling seneng kalau dimintai pertolongan. Dia bahkan malu kalau menampik pintamu. Bukan cuma materi, secuil kebahagiaan pun pasti kaureguk."
.
.
"Self talk harus yang baik-baik, jaga adab! Iyaa deh iya, semakin aku menghindar dan bilang gapapa semakin jauh dari solusi. Jangan malu curhat sama Dia," ucap batinku penuh borok. Gumpalan sepotong asa juga sudah berceceran di beranda. Ah, malu juga kalau aku jedotin kepala ke tembok gegara lupa pada kebaikan Dia selama ini.
.
.
"Itu... itu... baksoku! Jangan diabisin!" seru nafsuku memburu terengah-engah di samping etalase senja. Senja menyeringai sambil memandangku penuh iba sambil berkata, "Pulanglah! Sapa Dia kembali dengan status hamba. Jarak menuju rumah-Nya hanya antara kening dan sajadah."

@30haribercerita
#30haribercerita1904
#30hbc1904


Kamis, 03 Januari 2019

KRIUK



Apa yang kaurasakan, kekasihku? Meraung liurmu dalam renyah di sela geligi. Rasaku terbalut sendu. Mungkinkah kau merasakan hal yang sama dengan kali pertama kita berjumpa?

Saat itu aku memang lamban mengerti maumu. Di sudut matamu menyimpan rahasia. Justru mataku saat itu tertutup oleh liukan api di sekitarku. Tubuhku rebah tak berdaya dalam letupan. Cuma bisa gegoleran sambil nyemilin merica dan garam. Kalau waktu itu sudah ada mobile legend ya bisa kali aku sambil main semalaman ganjel biji mata. Tapi jangankan main mobile legend, karena di Nokia 1100 cuma bisa main ular-ularan hitam-putih.

Kebaperan tingkat dewa menyatu dalam aliran darahku saat kau minta aku jadi istrimu. Mungkinkah terwujud atau cuma mimpi?  Bertemu denganmu saja cuma sekedipan mata. Setelah itu kita tak pernah bertemu lagi. Sendiri menyepi alias ngegalau sambil dengerin nasyid jadul Teman Sejatinya Brothers.

Hanya karena kehendaknyalah kita berjumpa. Aku hanyalah telur dadar yang menjadi belahan jiwamu,  tepung krispi. Kau kriuk dalam hidupku. Biarlah garing yang penting kau masih di sisiku.


@30haribercerita
#30haribercerita
#30HCB1903

Rabu, 02 Januari 2019

MBULET



Ada rasa yang tak keruan menghampiriku. Ada tanya yang semburat di benakku. Mengapa aku lari padahal hatiku bersamanya. Jangan lagi kau buang wajahmu pada peluh dan resahnya malam. Apa aku sembunyi dari resam dunia yang mbulet kayak benang kusut.


Berat memang kalau hidup tak ada uang. Tapi uang bukan segalanya, kawan. Sungguh langkah harus terencana jika tak mau terbelit utang. Kutahu isi dompetmu maka aku tak jua protes berteriak-teriak di piringmu yang mbulet seperti perutku.


Aku cuma adonan aci dan tahu dalam batagormu yang setia menemani sunyimu.  Lengketnya aci merekatkan kayak cintamu pada istrimu, bukan? Bongkah tahuku lumat saat egomu turut lebur dan menguatkanmu menjadi lelaki yang setia dan bertanggung jawab sampai akhir.


@30haribercerita
#30haribercerita
#30hbc1902

SELAMAT BERPISAH




Tubuhku meliuk, menguarkan aroma khas sepanjang hari. Majikanku tak sadar pengaruhku begitu kuat terhadapnya. Menggeliat ia dalam dekapanku dan aku nyata bangga melekatinya dengan kecupan mesra setiap hari.

Dengan tegas istri majikanku mengusirku tapi kubalas dengan kibasan senjataku, seringai kemenangan. Dan aku berhasil melekati suaminya dengan segenap kuasaku.

Setiap kali ia mendekat, ia berucap dengan lembut, "Sabar, ini butuh waktu!" Sementara itu, majikanku meringis kesakitan. Yah, majikanku pasrah meskipun matanya memerah dan sesekali mengerang saat tubuhku mulai kering merekah di bongkah kemarau akhir.

Saat majikanku harus tunduk pada pinta istrinya, aku hanya bisa menjerit. Pun letih tertatih untuk bertahan. Aku kerontang dalam ketakpastian hingga berat untuk sekadar mengungkapkan selamat tinggal. Terima kasih atas sebulan kebersamaan kita, sayang. Aku eksim pada tungkaimu. Akhirnya menyerah pada salep yang rutin dioleskan istrimu.


@30haribercerita
#30haribercerita
#30hbc1902