Selasa, 15 Januari 2019

SORE NAN SYAHDU



Sore ini tiba-tiba kuteringat pada saat pembagian rapor dan kebetulan aku wali kelas X IPA putri. Memoriku seakan meraba sosok seorang ibu yang terlihat muda di usianya yang kuterka masih kepala tiga. Samar-samar terdengar ucapannya, "Tak apa-apa nilainya KKM semua, saya mah nyekolahin anak saya di sini dengan harapan nanti bisa mendoakan saya, segitu aja saya udah seneng, Bu. Biar dia selamet dari pergaulan yang gak bener."


Saat itu hatiku berontak, kok targetnya sederhana banget sih. Yah, saat itu usiaku masih dua puluhan, belum terbayang bagaimana perasaan memiliki anak seusia  SMA.


Kemudian ingatanku memutar kembali kenangan seorang bapak yang sudah renta. Kepalanya sudah penuh dengan rambut yang memutih.


Lamat-lamat terngiang suara paraunya, "Alhamdulillah nilainya masih baik, yang penting dia sudah hafal doa-doa, nanti kalau saya sudah gak ada, dia yang doain saya," ucapnya sambil menyeka cairan bening yang menghangati pipi keriputnya. Tak sadar aku pun turut terharu.


"Saya sekolahkan putri saya di sini supaya mandiri. Maklum, dia satu-satunya anak perempuan di rumah. Jadi maklumin aja ya, Bu, kalau dia manja. Saya ingin menyelamatkannya dari pergaulan remaja yang gak bener, " lanjutnya.


Sore ini, aku terhenyak, baru menyadari arti ucapan mereka. Mungkin ini juga yang kurasakan saat anak sulungku sudah beranjak remaja. rasanya, baru kemarin ia kubawa ke mandi bola, berenang, semotor masih bertiga. Sekarang, ia sudah kelas enam. Harapanku pun tak muluk-muluk, semoga anak-anakku bisa mendoakan orang tuanya. Yah, kupikir ungkapan "harta yang paling berharga adalah keluarga" itu benar, apalagi semua anggota keluarganya saling mendukung, baik susah maupun senang. Anak-anak yang sholeh-sholehah adalah qurrata a'yun, penyejuk mata kedua orang tuanya. Semoga mereka mau mendoakanku sebagaimana aku mendoakan bapakku allahuyarham. Aamiin.


@30haribercerita
#30hcb1914

Tidak ada komentar:

Posting Komentar