Sabtu, 23 Mei 2020

TULISAN ADE PRIMADINI, SURVIVOR GAGAL GINJAL SEBELUM MENINGGAL



Deg! Baru kemarin dia curhat ingin berpuasa pada hari dia harus cuci darah. Aku menyarankan, "Kamu udah dapet rukhshoh dari Allah, ga puasa ya gapapa." Baru kemarin kita ngumpulin foto buat bikin video Dies Natalies UNJ dan sudah dikreasikan menjadi video yang indah dibuat oleh Dini. Baru tadi pukul delapan pagi ia mengunggah status WA, "Sebelum mengopor dan merendang, kita cuci darah dulu."

Sesalehah itu seorang Ade Primadini yang kukenal. Sebelum cuci darah saja masih berpikir ingin memasak opor dan rendang untuk keluarga. Ia beruntung karena dikelilingi suami dan anak-anak yang menyayangi dan selalu mendukungnya. Saat yang lain di rumah, ia harus ke rumah sakit untuk kontrol dan cuci darah secara berkala.

" Innalillahi wa inna ilaihi rojiun...Saya suami ade...
Ingin mengabarkan ade meninggal dunia..
Mohon doa agar khusnul khatimah."

Baru beberapa menit lalu suaminya memberi kabar di grup WA bahwa ia sudah tiada. Bagaikan tersengat ribuan volt, aku dan teman-teman sedih sekali. Padahal, sudah lama kenal karena kuliah di kampus yang sama dan pernah ikut raker bajarak di NF Bogor. Momen kami saat raker NF dekat masjid raya itulah pelukan terakhir aku dan Ade. Selama ia sakit, aku tidak bisa menjenguknya, cuma bisa WA-an dan saling mendoakan. Sekarang kami sudah tidak bisa chat dan bertukar stiker WA lagi.

Ini tulisan yang dishare Ade di grup WA BSI kesayangan kami.

Ade: "Semoga bisa selalu bersyukur"


"Tiba-tiba Allah menganugerahi Anda penyakit kronis?

Saya melalui fase-fasenya...

Fase pertama
Kesel, marah, benci...marah sama pasangan, marah sama semua orang, marah sama masa lalu yang ga ngejaga gaya hidup sehat, marah sama semuanya deh, bahkan mungkin terselip juga marah sama Allah (astaghfirullah..😭). Ga nerima kenapa saya harus jadi begini...dan ngerasa udah berkorban banyak kok harus nerima kondisi kayak gini(nah...ini nih..kesombongan dan ujubnya...astaghfirullah).

Fase kedua
Mengasihani diri sendiri. Baper, hopeless, merasa nyusahin orang lain, jadi beban buat orang lain. Di kepala yang ada cuma pikiran, "Udah kayaknya lebih baik Allah cepat panggil saya saja deh..."(ga siap hidup dan merasa siap mati dengan kebaperannya/ke-mellow-annya). Bahkan kematian jadi nightmare tiap hari. Pertanyaannya, sebenernya beneran siap mati ga sih?

Fase ketiga
Mulai mau nerima keadaan. Ya udah memang harus gini kali, tapi masih terselip ya udah yang belum bener-bener ikhlas  hehe...ga bisa ngelawan takdir... ga mungkin. Jadi ya terima aja....pasrah yang belum tawakal judulnya kali ya...

Fase keempat
Nerima keadaan dan mau mulai berkenalan dengan si penyakit. Dan mulai ingin berikhtiar sembuh. Sayangnya karena saking semangatnya, ikhtiarnya jadi kebablasan yang tidak disertai kesabaran bahwa kesembuhan aka proses pengobatan itu adalah sebuah proses. Seringkali panjang seolah tak berujung. Pengennya coba obat ini langsung cespleng. Coba terapi itu langsung bisa aktivitas normal. Coba ini, coba itu. Dan kalau tak kunjung membaik malah tambah pundung, tambah baper, tambah hopeless..

Fase kelima
Fase dibenturkan sama Allah sama fakta bahwa penyakit kadang bukan musibah, bukan ujian...tapi anugerah 😭. Dengan sakit ini kita jadi punya banyak waktu bertafakkur, mikir, muhasabah diri sambil berbaring bahwa Allah tuh selama ini udah ngasih banyak banget nikmat...tak terhitung, tapi saking sibuknya kita wara-wiri dengan agenda demi agenda kehidupan (walau bercover dakwah atau demi suami, demi anak, demi dll) kita lupa memaknai nikmat tsb. Lupa bersyukur. Syukurnya masih di lisan, yang sekedar berupa ucapan hamdalah disertai bisikan di hati ,"kan ini juga berkat usaha gue...". Astaghfirullah...😭

Sakit seringkali membenturkan kita pada ketidakberdayaan yang "sangat tidak berdaya". Dimana tipis banget, antara rasa pasrah yang penuh keputusasa-an dan pasrah penuh ketawakalan. Tipis antara bermental pejuang dan bermental pecundang. Tipis antara siap hidup maupun mati dengan ga siap hidup tapi juga ga siap mati. Tipis antara bersandar pada manusia dan bersandar pada Allah. Batasnya tipis banget. Ga ada yang bisa nilai kecuali diri sendiri dan Allah. Mau bilang di mulut ," Saya ikhlas..." ga ada yang jamin di hatiku gimana. Buktinya hati masih terselip menghujat takdir Allah. Mau orang lain bilang ...sabar ya, kuat ya...semangat ya...akhirnya balik ke hati kita sendiri. Seberapa jauh kita bener2 ikhlas...RIDHO dengan apa yang Allah anugerahkan untuk kita...

Fase keenam
Fase menjadikan anugerah Allah yaitu penyakit ini sebagai teman, sahabat, sparring partner yang memicu kita jadi orang yang lebih baik 😊
Lebih baik gimana? Ya fisik, ruhiyah, dan juga pikiran. Lebih berusaha istiqomah dalam berikhtiar sembuh dan ga baper kalau ada proses detoks, mengakui banyak hal yang salah kita lakukan selama ini, dsb
. Satu keyakinan yang aku sendiri tanamkan, sebelum berpikir Allah akan menghisab dosa kita, Allah Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Allah Maha Baik. Memang Allah Al Hakim, tapi ketika kita berpikir penyakit sebagai hukuman Allah atas dosa-dosa kita (walau pada  akhirnya ada suatu titik kita sampai pada kesadaran ini juga), lebih dulu yakini bahwa skenario Allah selalu yang terbaik, terindah, terkeren, dan Allah selalu sayang sama kita. Kalau Allah kasih hadiah karena sayang sama kita, masa ga mau? 😊 terima hadiahnya, jadikan diri kita lebih baik dengan hadiah itu 😊

Fase ketujuh
Menyadari karena si penyakit itu sparring partner kita, mungkin dia akan tetap ada dan membersamai kita selama Allah nilai kita butuh si penyakit untuk "menjaga" kita 😊 So make it simple, sederhanakan mindset, sederhanakan banyak hal, sederhanakan perbekalan, be tough dan bersiaplah untuk perjalanan panjang bersama si penyakit.

Jika Allah takdirkan kita sembuh, Allah jadikan kita survivor yang bermental warrior. Bukan untuk dibanggakan karena menjadi seorang survivor, tp makin merunduk karena syukur , dan bersiap...biasanya seorang warrior setelah lulus ujian dapet level yang lebih tinggi lagi 😊
Jika Allah belum takdirkan kita untuk sembuh, dan memanggil saat berjuang membersamai di penyakit, ya sudah ....memang sudah waktunya pulang...sudah waktunya bertemu Allah dan Rosulullah..

Ini fase2 nyata yang saya hadapi sendiri dan apakah saya sekarang udah ridho dengan takdir Allah? Ya, Insya Allah...tapi sekali lagi, kemurnian keikhlasannya hanya hati saya dan Allah yang tahu. Ada kalanya juga mundur ke fase sebelumnya. Kesel lagi, marah lagi. Tapi semoga bisa jadi pengingat diri. "

Itu kutipan yang Ade bagikan di grup WA. Besok lebaran yang sunyi karena aku tidak bisa mudik ke rumah orang tua. Namun, rasanya tidak sesedih kehilangan kamu seperti hari ini.


23 Mei 2020
Lebaran H-1



Tidak ada komentar:

Posting Komentar