Kamis, 05 Januari 2017

ROSIANA DI NEGERI AJAIB



Rosiana di Negeri Ajaib

Ajaib memang ketika rakyat harus terus bersabar sementara pemimpinnya tidak tahu harus membela kepentingan siapa. Ajaib, begitulah yang dirasakan Rosiana. Pikirannya begitu sederhana dalam memandang dunia, namun sekelilingnya sudah berubah secepat cahaya.

Matanya masih tertuju pada kertas-kertas di atas meja. Sebuah tulisan Tonny Morrison mengusik pikirannya, "If there's a book really want you to read, but it hasn't been written yet, then you must write it." Ia masih berpikir mengapa penerbit tak juga mencetak bukunya, sekalinya ada yang mau, hanya memberinya sedikit uang dan langsung habis dalam sehari. Apa karena ia bukan penulis best seller? Apakah begitu miskinnya minat membaca sehingga buku terbiar di gudang karena tak laku dan akibatnya banyak penerbit gulung tikar? Apakah syarat seorang penulis harus punya banyak follower, dengan begitu ada jaminan bukunya akan laris sepanjang masa? Berkecamuk tanya membenak di labirin ide dan harapannya.

Tiba-tiba, ia merasa lengannya seperti ada yang menariknya. Tidak hanya lengan, bahkan seluruh tubuhnya terdorong masuk ke dalam sebuah buku besar. Matanya terpejam tak berani melihat sekelilingnya. Hingga sebuah tangan membelai kepalanya. Tangan itu begitu lembut, transparan, dan sejuk seperti salju. Perlahan, ia pun membuka kedua kelopak matanya. Seberkas cahaya menuntun penglihatannya pada sebuah buku besar. Samar-samar ia mulai mengeja judul buku itu. Terukir sebuah tulisan, yakni "Rosiana di Negeri Ajaib".

#MelanxingSambilBelajarMenulis

Tidak ada komentar:

Posting Komentar