Rabu, 04 November 2020

SEPASANG SAYAP ITU BERNAMA KHAUF DAN RAJA'


 

Secara bahasa khauf berarti ‘takut’. Secara istilah khauf adalah pengetahuan yang dimiliki seorang hamba di dalam hatinya tentang kebesaran dan keagungan Allah serta kepedihan siksa-Nya. Khauf merupakan rasa takut yang mencegah seseorang berbuat maksiat atau mendorongnya untuk taat. Kurang khauf menyebabkan seseorang lalai dan berani bermaksiat, tetapi khauf yang berlebihan akan menjadikannya pesimis dan mudah putus asa.

Rasa khauf akan muncul dengan sebab beberapa hal, di antaranya:

1. Pengetahuan seorang hamba akan pelanggaran-pelanggaran dan dosa-dosanya serta kejelekan-kejelekannya

2. Pembenarannya akan ancaman Allah, bahwa Allah akan menyiapkan siksa atas segala kemaksiatan

3. Mengetahui akan adanya kemungkinan penghalang antara dirinya dan taubatnya.

Seorang hamba yang mengetahui bahwa jika Allah sudah menghancurkan seluruh alam ini, tidak ada yang dapat mencegah-Nya, sehingga muncullah khauf (takut). Saat seseorang mulai melakukan kezaliman kemudian ia mengingat ancaman Allah akan balasan/azab yang kelak ditimpakan kepadanya, seketika itu muncul rasa khauf sehingga ia pun meninggalkannya. Ia tidak sempat memikirkan hal lain karena sibuk memusatkan perhatiannya kepada muroqobah (pengawasan) Allah, muhasabah (perhitungan diri), dan mujahadah (penggemblengan mental), sehingga tidak menyia-nyiakan umur untuk hal-hal yang tidak berguna dan menahan pandangannya dari dosa. Keadaan orang yang diliputi rasa khouf seperti berada di dalam rumah yang kebakaran, takut tertimpa atap penuh api, takut jasad habis terbakar, dan takut mati.

Adapun raja` secara bahasa artinya harapan atau cita-cita. Menurut istilah ialah bergantungnya hati dalam meraih sesuatu di kemudian hari. Raja’ merupakan ibadah yang mencakup kerendahan dan ketundukan, tidak boleh ada kecuali kepada Allah SWT. Raja` juga bisa dimaknai sebagai berprasangka baik kepada Allah karena mengetahui luasnya rahmat dan kasih sayang-Nya.

Ibnu Qayyim Al-Jauziyah membagi raja` dalam 3 bagian. Dua bagian termasuk termasuk raja` yang terpuji pelakunya sedangkan satu lainnya adalah raja` yang tercela. Yaitu:

1. Seseorang mengharap disertai dengan amalan taat kepada Allah di atas cahaya Allah, ia senantiasa mengharap pahala-Nya

2. Seseorang yang berbuat dosa lalu bertaubat darinya, dan ia senantiasa mengharap ampunan Allah, kebaikan-Nya dan kemurahan-Nya.

3. Adapun yang menjadikan pelakunya tercela ialah seseorang yang terus-menerus dalam kesalahan-kesalahannya lalu mengharap rahmat Allah tanpa dibarengi amalan. Raja` yang seperti ini hanyalah angan-angan belaka, sebuah harapan yang dusta.

Allah Subhanallahu Wa Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.S. Al-Baqarah: 218)

 Seorang mukmin memiliki rasa takut (khauf) terhadap ancaman, azab dan hukuman dari Allah Ta’ala. Namun di sisi lain, dia juga mengharapkan (raja’) kemurahan rahmat, kasih sayang dan ampunan Allah Ta’ala.

“Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu kepada Kami.” (QS. Al-Anbiya’ [21]: 90)

Namun, rasa takut (khauf) tidak boleh menyebabkan seseorang berputus asa dari rahmat dan ampunan Allah Ta’ala. Selama dia bertaubat dengan benar dari dosa-dosanya maka dia yakin bahwa Allah Ta’ala akan mengampuni dosa-dosanya. Misalnya, saat melaksanakan salat lima waktu kita harus takut atau cemas, jangan-jangan salat lima waktu kita tidak diterima. Akan tetapi, pada waktu yang sama kita juga harus memiliki raja’, berharap kepada Allah semoga Allah menerima salat lima waktu kita.

Misalnya lagi, orang yang takut salatnya tidak diterima oleh Allah pada akhirnya membuat dia tidak semangat salat. Dia akan berpikir, salatnya tidak akan diterima, jadi buat apa salat. Hal ini merupakan keadaan orang yang putus asa dari rahmat Allah. Akhirnya, dia tidak mau bergerak, kemudian benar-benar gagal.

Imam Al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumiddinnya mengumpamakan orang yang memiliki Raja’ (harapan) ini seperti petani. Jika ada orang menanam benih di tanah yang bagus, tanahnya berpotensi untuk ditumbuhi tanaman. Lalu petani itu menyirami tanamannya dan menyingkirkan hama dan gulma. Lalu, dia berharap hasil panennya melimpah. Maka dialah pengharap yang benar.

Ada pula petani yang menanam benih di tanah yang bagus tetapi tidak disiram, dia hanya menunggu hujan padahal pada waktu itu bukan musim hujan. Dia juga tidak menyingkirkan penyakit-penyakit tanaman. Lalu, dia berharap panennya melimpah. Maka, orang tersebut termasuk pengharap yang bodoh karena panjang angan-angan.

Artinya, orang yang berharap dengan benar itu tidak hanya berharap. Akan tetapi, juga berusaha sekuat tenaga untuk mendapatkannya. Jika tidak ada usaha, maka harapannya sia-sia.

Imam Al-Ghazali mengutip sebuah hadis, Rasulullah bersabda, “Orang bodoh adalah orang yang mengikuti hawa nafsunya dan berharap kepada Allah agar mendapatkan surga.”

Khauf mendorong seseorang untuk bekerja dan beribadah dengan ihsan, sekaligus menundukkan nafsunya dari kecenderungan terhadap dunia.

Ah, betapa sering kita melalaikan salat, menunda-nunda salat, padahal Allah SWT telah berfirman, “Celakalah orang yang shalat, yaitu orang yang lalai terhadap salatnya…” (Al-Maun: 4-5) Mungkin kita sering kali membanggakan amalan kita, menyebut-nyebutnya, padahal sungguh Allah membenci perbuatan sombong dan riya. “Sesungguhnya Allah tidak menerima amal kecuali diniatkan ikhlas kepada-Nya dan mengharap wajah-Nya.” (HR. Abu Daud).

Abu Ali ar-Rudbary berkomentar, “Khauf dan raja’ adalah seperti sepasang sayap burung. Manakala kedua belah sayap itu seimbang, si burung pun akan terbang dengan sempurna dan seimbang. Keduanya akan mengantarkan kita pada sikap waspada sekaligus penuh harap, waspada dari api neraka dan berharap masuk surga.

Abdul Qasim Al-Hakim bertutur, “Siapa yang takut terhadap sesuatu, ia akan lari darinya. Tetapi siapa yang takut kepada Allah ia justru lari mendekati-Nya.”  Subhanallah, rasa takut kepada Allah tidak akan membuat kita jauh dari Allah, tapi kita justru semakin dekat kepada Allah.

Dalam sebuah hadis qudsi Rasulullah Saw bersabda,”Allah Ta’ala berfirman, “Aku sesuai dengan keyakinan hamba-Ku kepada-Ku. Aku juga bersamanya jika ia menyebut-Ku. Jika ia menyebutku  dalam dirinya. Akupun akan menyebutnya dalam diri-Ku. Jika ia menyebut-Ku di suatu tempat, maka Aku menyebutnya di tempat yang lebih baik darinya. Jika ia mendekat kepada-Ku satu jengkal, Aku akan mendekat kepada-Nya satu lengan. Jika ia mendekat kepada-Ku satu lengan, aku akan mendekat kepadanya satu depa. Dan jika ia mendatangiku dengan berjalan, maka Aku akan mendatanginya dengan berjalan cepat.” (HR. Al-Bukhari, Muslim, Imam Ahmad)

Duhai Rabb pemilik seluruh alam, Duhai yang Maha Menyaksikan, Yang Maha Mengetahui segala isi hati, sungguh kami menyadari betapa banyak kesalahan, aib, dosa, dan perbuatan maksiat kami kepada Engkau, Kami telah berbuat  zalim dan aniaya terhadap diri kami, sementara kebaikan, amal shalih, dan ketaatan kami teramat sedikit.

Duhai Rabb yang Maha Pengampun, Maha penerima taubat, ampunilah kami, terimalah taubat kami, sungguh kami takut dan tak sanggup akan murka, siksa dan azab-Mu yang sangat keras. Duhai Rabb yang menguasai setiap hati, hujamkanlah rasa khauf ke dalam hati kami, curahkanlah rahmat dan petunjuk-Mu yang lurus kepada kami, sehingga kami selalu dalam ketaatan kepada-Mu, istiqamah di jalan-Mu, hingga kelak saat menghadap-Mu kami dalam keadaan khusnul khatimah dan Engkau ridha terhadap kami. Wallahu a’lam.

 

 


Referensi

Faridh, Ahmad. 1996. Pembersih Jiwa. Bandung: Penerbit Pustaka.

https://www.hidayatullah.com/kajian/gaya-hidup-muslim/read/2011/04/26/3650/antara-khauf-dan-raja-manakah-yang-kita-pilih.html diakses pada 4 November 2020 pukul 22.56.


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar