Minggu, 26 Januari 2020

Bermodalkan Niat dan Nekat, Ibu ini Berhasil Mendirikan Sekolah


Hari ke-10 Workshop Menulis Bersama Om Jay
Narasumber: Drs. Betti Risnalenni, M.M.

=================

Seperti tulisan saya yang sudah-sudah, tulisan ini akan terbaca random karena saya menyusunnya berdasarkan penuturan langsung narasumbernya dengan peserta workshop.

Dra Betti Risnalenni M.M.,  Kepala sekolah TK insan Kamil, pemilik lembaga KB-TK dan SD, malam ini menceritakan pengalamannya dalam mendirikan sekolah.

Menjadi seorang guru adalah cita-citanya. Beliau menginginkan agar semua anak memeroleh hak yang sama dalam mendapatkan pendidikan yang baik. Inspirasinya timbul sewaktu beliau mengajar di Al Izhar Pondok Labu tahun 1992, saat beliau sempat mengajar Mas Mentri kita yang sekarang di kelas 4 SD.

Yang masuk di sekolah ini rata-rata anak orang kaya, tetapi ada anak panti asuhan milik Bu Dani Bustanil Arifin.

Namun, perjalanan beliau untuk mendirikan sekolah itu tidak mudah. Ada saja rintangan dan hambatan yang ditemui. Beliau merintis usahanya dengan mendirikan lembaga kursus aritmatika tahun 1996, yang kemudian mengembangkan sayapnya membuka 24 cabang di Kota Bekasi.

Beliau sempat ragu sewaktu mau mendirikan sekolah karena memang tidak memiliki modal yang cukup, hanya berbekal modal nekat dan dukungan seorang teman.

Modal awalnya dimulai dengan kerjasama ( frienchise ) dan mengeluarkan dana sepuluh juta tahun 1996 untuk sebuah lembaga. Pada saat itu, tahun 1996, uang sepuluh juta terasa mahal baginya.

Pada tahun 1998 beliau membuat buku sendiri dan saya membuka cabang tidak membayar, hanya ikatan kerjasama dengan membeli buku beliau saja. Waktu itu beliau menjual bukunya dengan harga yang terjangkau, hanya Rp 10.000 per buku karena memang tipis, berupa buku LK. Namun, satu pusat kursus bisa membeli banyak buku. Apalagi waktu itu beliau bekerjasama dengan sekolah. Jadi banyak buku yang terjual.

Saat membuka kursus itu beliau harus membayar ke lembaga besarnya, namanya YAI. Uang sepuluh juta yang dikeluarkannya itu digunakan untuk latihan tingkat satu dan perlu membayar lagi uang latihannya. Hal demikianlah yang membuat beliau berani dan selalu mau menambah ilmu.

Enam bulan setelah kursus dibuka, muridnya hanya berjumlah 3 orang. Memprihatinkan karena modal awal sudah habis untuk membayar FC yang mahal dan menyediakan ruangan ber-AC untuk murid.

Akan tetapi, karena itulah beliau belajar menjadi sales dan membuat brosur, harus pandai melihat peluang. Di mana ada kegiatan, di situ beliau membagi-bagikan brosur dari sekolah ke sekolah untuk mempresentasikan keunggulan aritmatika.

Dibawanya serta anak yang sudah berhasil, yang sudah bisa menghitung dengan bayangan, sudah tidak memakai sempoa. Kalau di sekolah ada acara penerimaan rapor beliau meminta tempat ke kepala sekolah untuk presentasi. Hal itu berlangsung sampai tahun 1998. Pada tahun itu juga beliau mulai membuat buku sendiri dengan harga yang lebih murah , dan meminta kerjasama yang tidak menggunakan sistem friendchice, hanya perlu membeli buku saja. Akhirnya, beliau berhasil membuka 24 cabang.

Untuk menyemangati anak-anak, saya sering mengadakan lomba di mal-mal. Pihak mal senang karena dengan lomba dapat menarik banyak pengunjung. Beliau juga untung karena fasilitas disediakan oleh mereka, bahkan hadiah pun mereka fasilitasi.

Dari 24 cabang itu, ada 1 cabang yang ingin bekerja sama dengan beliau untuk membuat TK. Awalnya, beliau menolak karena ketidaktersediaan modal. Namun kemudian, beliau menyanggupi hanya untuk membuatkan buku untuk anak saja.

Ternyata tidak sampai di situ, karena dalam membuat TK itu harus ada yayasan yang menaunginya. Pihak TK belum punya. Akhirnya, beliau meminjamkan yayasan termasuk dana mengontrak rumah untuk TK itu.

Sejak itu kebutuhan meningkat, TK perlu peralatan, bangku, kursi, mainan, dll . Akhirnya, beliau berkecimpung menjalin kerjasama dengan teman beliau itu.

Mulai Maret 2003 beliau mendirikan TPQ. Waktu mulai berdiri sudah ada murid berjumlah 28 anak. Setelah Juli beliau mulai dengan TK dan memiliki 33 murid.

Karena TK masih mengontrak, jadi si empunya rumah masih punya kekuasaan. Halamannya dilubangi dan dibuat kolam, tetapi sampai kontrakan berakhir tidak pernah berisi air dan ikan, hanya lobang saja.

Baru berjalan bulan ketiga TK, tepatnya bulan September 2003, teman beliau mundur karena mengaku rugi, tidak ada untungnya. Akan tetapi, karena masih dalam naungan yayasannya tidak mungkin menutup sekolah seenaknya. Maka, beliau meneruskannya, sedangkan urusan kedinasan dilakukan bersamaan dengan program KBM berjalan, karena terkait harus ada data murid dan sebagainya. Jika tidak ada kelengkapan datanya sekolah akan dianggap fiktif.

Untuk urusan tersebut beliau memerlukan izin RT, RW, dan tanda tangan warga yang tidak keberatan sekolah didirikan di antara mereka. Tanda tangan warga waktu itu 50 tanda tangan, kalau sekarang memerlukan 100 tanda tangan.

Masalah muncul ketika kontrak sampai habis, bulan Februari, sedangkan tahun ajaran kan berakhir Juni. Beliau bingung harus ke mana. Namun, beliau yakin kalau urusan baik, Allah selalu memberi jalan. Lalu ada yang memberitahunya bahwa ada yang menjual rumah di dekat lokasi awal, rumah overkredit. Waktu itu dibeli seharga 23 juta. Karena ketidaktersediaan dana, beliau membayarnya dengan cek agar uangnya bisa di tempo. Beruntung beliau masih punya tagihan karena sebelumnya saya punya usaha servis pasang dan perawatan AC. Langganan beliau kebanyakan berasal dari pabrik.

Akhirnya, sekolah bisa dipindah ke lokasi baru yang sampai sekarang masih dipakai. Di sebelah rumah itu ada tanah kosong, milik developer, jadi usaha bisa diperlebar ke sebelahnya.

Kalau ditanya dari mana uangnya, beliau juga bingung, mungkin karena beliau masih berjualan buku sehingga ada pemasukan sedikit. Orang tua juga meminjami uang, walau akhirnya dikembalikan lagi. Namun, orang tua beliau bangga anaknya memiliki sekolah.

Kemudian orang tua murid usul dan meminta agar beliau agar membuat SD. Beliau mengiyakan.

Tanah kosong yang milik developer itu harusnya satu bangunan, tetapi beliau minta ke pihak developer agar tidak dibangun rumah, tanah saja karena nanti juga akan dibongkar dan juga belum ada uang untuk bongkar dan bangun kembali.

Akhirnya, developernya setuju dijual tanah saja dan beliau membangun 3 lantai. Masyaa Allah, itu kebesaran Allah, sekolahnya tampak seperti sekolah terkenal, Al Azhar yang memakai batu alam warna hijau, karena dulu beliau juga pernah mengajar di sana.

Untuk bangkunya, beliau juga ingin bangku seperti di sekolah itu. Meja dan kursi itu harganya 600 ribu, sungguh dana yang tidak sedikit ketika itu. Akhirnya, beliau mencari cara supaya murah hingga menemukan pabriknya. Akhirnya, beliau hanya membeli yang buat dudukannya saja seharga 125 ribu, sedangkan yang lainnya dibuat sendiri ke tukang las karena harganya bisa di bawah itu. Sampai tukang di pabrik kursi itu geleng-geleng melihat kenekatan beliau yang memesan bahan mentahnya. Yang menggosok-gosok dan mengecatnya dilakukannya bersama suami beliau.

Maka, dibuat 40 set kursi karena muridnya 33 orang sewaktu masuk ke SD. Untuk surat-menyurat juga dibuat sambil KBM berjalan. Ternyata, pendirian SD memerlukan 100 tanda tangan warga dan kita pun disidangkan di Pemda dengan 7 unsur kedinasan, dari Disdik, Amdal, Depnaker dan lainnya, kemudian baru keluar izin operasionalnya.

Beliau juga didukung oleh developer, mungkin karena agar rumahnya juga laku. Sekolah beliau masuk kalender perumahan tersebut.

Beliau membuat sekolah itu dengan tulus, tidak memikirkan untung rugi walau cukup membuat sekolah ini berlangsung.

Untuk surat izin mendirikan SD, beliau ke UPP dulu, UPTD jaman dulu namanya atau kantor dinas pendidikan yang ada di kecamatan. Nanti di situ ada catatan yang harus kita urus. Jadi, kita siapkan jadi berbentuk sebuah proposal.

Di situ harus ada Akta Yayasan, di dalam akta yayasan itu minimal ada 5 pengurus, boleh orang lain atau juga boleh keluarga sendiri.

Karena SD dimulainya dari kelas 1, maka beliau  tidak menerima kelas pindahan yang di atasnya, sedangkan untuk penggajian juga tidak cukup dari SPP yang diterima.

Karena sekolah ada di Bantar Gebang, tidak bisa menjualnya walau sekolahnya keren. Sekolah itu sudah diniatkan untuk membantu siapa aja yg sekolah, termasuk untuk anak yatim digratiskan. Kalau tidak mampu, anak bisa gratis atau bisa membayar semampunya,  tidak perlu pakai surat keterangan tidak mampu. Karena sebenarnya tidak ada yang mau dibilang tidak mampu, apalagi pakai legalitas tidak mampu. Anak yang lain membayar dengan jumlah normal. Sampai sekarang saja uang SPP hanya Rp 250.000 sudah termasuk kegiatan, ekskul, dan lain-lain, tanpa ada pungutan lain.

Dulu waktu sekolah masih kecil, untuk menggaji guru memakai gaji PNS suami beliau, setiap tanggal satu. Hikmah yang bisa diambil, beliau bisa berkenalan dengan banyak orang dan bisa berkompetisi dengan yang lain dan mengetahui kegiatan-kegiatannya. Karena saya guru, saya ikut lomba Guru berprestasi tahun 2006 dan hanya jadi pemenang harapan 2 guru berprestasi. Katanya, berkas fortopolio beliau tidak ada. Waktu itu tidak dikumpulkan. Itu pengalaman yang menyedihkan buat beliau.

Sekarang uang masuk sekolahnya hanya Rp 2.300.000 sudah berikut seragam dan tidak ada uang pendaftaran ulang.

Untuk mengukuhkan jati diri, beliau juga mengikuti lomba kepala sekolah. Berbekal pengalaman sebelumnya, beliau mempersiapkan dan mengawalnya sehingga berhasil meraih juara 1 Kepala Sekolah Berpretasi tahun 2009.

Sedari awal, niat beliau mendirikan sekolah bukan untuk mencari uang, melainkan untuk mencari keberkahanya saja, sekolah tetap berjalan lancar, dan anak-anak beliau juga bisa bersekolah dengan baik. Temannya mengatakan bahwa mendirikan lembaga pendidikan itu ladang ibadah dan diniatkan lillaahi taala.

Sekarang beliau sudah mulai mengestafetkan kepengurusan sekolah ke kedua putrinya. Kegiatannya sekarang sedang mengawal putra beliau dalam mengelola kafe.

Beliau mengelola sekolah swasta, KB – TK dan SD Insan Kamil Bekasi yang mengembangkan budaya lokal. Permainan tradisional dan tarian tradisional. Kalau ada yang minta untuk hadir, insyaa Allah murid-muridnya siap.

Kemudian, beliau melanjutkan ceritanya. Guru gurunya orang luar daerah semua, dari Medan sampai Papua. "Anak saya karena mereka operator sekolah juga. Kalau ngegaji ga ada yang mau digaji kecil. kasihan. Kalau dibilang gaji, lebih kecil gaji anak saya dibanding guru guru," ujarnya.

Kemampuan beliau dalam aritmatika berawal dari pengalaman SD-nya memang suka berhitung dan mengotak-atik angkanya. Kalau menulis bukunya diperoleh dari melihat buku aritmatika yang sudah ada, memakai kawan kecil, besar dan keluarga, jadi ada tingkatannya.

Bukunya laku karena mengadakan pelatihan buat gurunya dan guru tersebut boleh mengajarkan ke muridnya dengan membayar biaya kursus atau les.

Sekarang beliau sering mengadakan pelatihan buku bahan ajar, malah diajari langsung oleh pihak penerbitnya, Penerbit Andi yang telah memfasilitasinya. Sudah berjalan ke Solo, Yogya dan Solok.

Kalau menulis buku TK, beliau melihat apa yg dibutuhkan buat TK itu, mulai dari menarik garis, menggambar, mengenal angka, huruf, membaca dan berhitung, tetapi disesuaikan dengan kebutuhan dan kesiapannya. Hal itu dilakukan agar sesuai dengan lingkungan setempat.

Awalnya, mencari guru dengan pasang iklan di koran. Kebetulan dulu, kebanyakan guru guru tersebut masih lajang sehingga bisa tinggal di rumah beliau yang berada di sebelah sekolah.

Beliau menutup diskusi malam itu dengan pesan yang indah,
"Kalau untuk kebaikan ga usah ragu-ragu, Allah akan mudahkan segalanya. Jangan takut mencoba apa yang menjadi cita-cita kita."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar