Rabu, 29 Januari 2020

BUNDA HATI, GURU IPA YANG HOBI MENULIS PUISI



Hari ke-13, 28 Januari 2020
Workshop Menulis Bersama Om Jay
Narasumber: Hati Nurahayu
===================

Beliau adalah seorang guru IPA yang selain menulis buku-buku serius seperti bahan ajar, pernah menulis buku pantun, puisi, dan buku sastra lainnya. Girang betul hati saya karena beliau mematahkan anggapan guru IPA tidak bisa menulis karya sastra.



Mengawali diskusi malam itu, beliau menceritakan perjalanan pertama menulisnya bersumber dari pengaruh dosen yang sangat luar biasa, Bapak Yusuf Hilmi Adisenjaja. Dosen tersebut menginspirasi beliau untuk menulis walaupun bukan sebagai mahasiswa yang oke, namun beliau tetap menjalankan nasihatnya.

Tulisan pertama beliau tentang hikmah diharamkannya darah, saat beliau menjadi mahasiswa tingkat 3,
dan terbit di majalah Karimah. Saat itu tulisan beliau dibayar 100 ribu rupiah.



Suka menulis karena awalnya terinspirasi dosen itu. Dan ketika menulis kita memiliki kepuasan tersendiri.

Ketika pertama kali menyelesaikan satu buku, beliau seperti memiliki banyak ide dalam setiap paragraf, bisa mencapai 10 judul yang ingin beliau tuliskan. Namun beliau redam dengan menuliskan dulu ide-idenya itu. Satu per satu beliau kerjakan sesuai waktu luang yang pas untuk mengerjakan.

Sejak itu, beliau berprinsip, menjadi guru harus dapat menginspirasi siswa. Siswa tidak membutuhkan guru hebat atau galak, dan kualifikasi lainnya, atau pun juara tingkat internasional, tetapi beliau ingin menjadi guru yang menginspirasi siswa agar tetap dikenang dan didoakan siswa juga.



Prinsip saya baca-tulis -baca. Saat membaca dan tampaklah ide satu kunci yang akan  dikembangkan hingga menjadi banyak hal yang ingin disampaikan, sehingga beliau menuliskan dan membuka banyak referensi untuk melengkapi literasi ide yang ada di benak beliau.



Bagi beliau, menulis itu untuk memahami yang belum dipahaminya. Dengan mengedit karya guru nasional yang memiliki kualifikasi jauh di atas beliau sama artinya dengan mempelajari ilmu mereka.



Beliau mengenal penerbit indi dari Ibu Emi Sudarwati, orang yang sangat berjasa memberikan kesempatan kepadanya mengedit karya teman secara nasional.

Terkadang, pekerjaan mengedit buku digampangkan oleh penulis. Padahal, mengedit itu bukanlah hal yang mudah.

Memang sebaiknya tulisan kita dibukukan agar mendapatkan ISBN, nomor penerbitan karya kita. Selain itu, buku juga bisa menjadi daftar pustaka yang kuat juga.

Beliau memberi tips cara membuat buku materi ajar. Sebaiknya bahan ajar disesuaikan dengan tujuan pendidikan nasional terlebih dahulu, materi standar nasional, dan mengikuti kurikulum yang ada.

Menurut beliau, bahan ajar yang menarik bagi siswa adalah disertai gambar yang jelas , bahasanya tidak monoton, dan mengajak siswa untuk lebih ingin menggali dalam buku yang kita buat.

Buku bahan ajar beliau baru terbit tahun ini bersama Bapak Marthen Kanginan. Penulis terkenal Erlangga semasa beliau SMA.

Isi buku, lay out, dan hasil editan sangat memengaruhi karya kita. Begitu juga dengan cover atau sampul buku. Terkadang buku zaman sekarang, soal yang terdapat di dalamnya tidak ada kaitannya dengan bahasan materi di dalam bukunya. Semestinya ada kesinkronan antara materi dengan soal yang ada di buku.

Beliau melanjutkan ceritanya dengan pengalaman merintis usaha penerbitan. Beliau memberanikan diri merintis usaha itu di Bandung untuk memudahkan proses penerbitan, karena penulis terkadang memiliki banyak keinginan untuk mengubah cover, dan lain-lain.

Usaha penerbitan itu dinamai Penerbit Buku Tata Akbar dan sekarang sedang menunggu nomor keanggotaan IKAPI. Sejak berdiri, Oktober 2019, penerbit itu sudah menerbitkan 50 buku, dan dijadwalkan pada Februari akan memproses naskah guru dan siswa sebanyak 33 naskah.

Orang yang berjasa dalam usaha beliau ini ialah Ibu Emi. Ibu Emi mengajarkan bagaimana percaya diri menulis dan menerbitkan karya yang tak lolos mayor. Selain itu, Bu Emi juga yang telah melatih beliau bebas berpuisi walau terasa masih ada kekurangan dalam hal diksi. Dari Bu Emi juga, beliau belajar membuat cover dan hal lainnya.

Bu Emi pernah membantu beliau menerbitkan karya sahabatnya yang meminta tolong diterbitkan. Walau hanya dibayar 100 ribu dan mengerjakan dalam waktu yang lama, tetapi bahagia saat melihat sahabat guru bahagia dengan terbitnya karya mereka sehingga beliau berani membuat penerbit sendiri untuk mempermudah penerbitan karya guru nasional dengan mengandalan CV kakak beliau.

Untuk menjadi penerbit buku yang bisa memasukkan ISBN tidaklah mudah. Kadang kesal kalau ada kesalahan, harus sabar.

Modalnya harus bisa mengedit, layout, membuat cover, dan memilih percetakan yang tepat.

Bila guru membayar penerbitan sebesar 350, kewajiban penerbit memiliki 6 buku, 2 buku disetorkan ke perpusnas, 2 ke pusda, dan 2 buat dokumen.

Nah kalau harga 6 buku dikali 30.000, itu sudah mencapai 180.000 rupiah.

350ribu-180ribu=penerbit kebagian 170 buat ISBN, edit,layout, cover, dan sebagainya.

Terkadang penulis menawar kepada beliau. Mereka tidak memahami bahwa penerbit tidak mengambil keuntungan besar dari biaya penerbitan. Sebagus apapun naskah yang diberikan penulis, tetap ada proses edit hingga menjadi buku.

Modalnya, beliau mengajuka ISBN dari CV Tata Akbar milik kakak beliau. Kesulitan yang dialami oleh seorang editor buku, misalnya naskah tidak lengkap: kata pengantar, daftar isi, biografi dan daftar pustaka tidak ada. Bahkan judul juga tidak ada.

Mereka hanya mengirim isi, dan minta jadikn buku lengkap dengan pengantar. Hampir 30 persen yang seperti itu. Bahkan judul terserah penerbit. Di situlah moodnya dalam mengedit buku kadang hilang jika melihat naskah yang amburadul.

Kebanyakan penulis mengatakan cetak buku, padahal yang dimaksud adalah terbit.

Untuk bisa menulis artikel, penulis harus memahami dulu apa itu artikel. Bisa dilihat di link berikut.

http://caramenulisbuku.com/cara-menulis-artikel/cara-menulis-artikel-yang-baik.htm

Wah, berbincang dengan pemateri workshop membuat saya merasa sepertinya saya “terjebak” di antara orang-orang hebat. Jangankan ikut inobel, menulis PTK, best practice juga saya belum pernah. Saya cuma remah rengginang di kaleng Khong Guan. 🤭

Kemudian beliau melanjutkan, untuk menggairahkan menulis harus ada sesuatu.  Misalnya, chemilan..hehehehe
Karena yang beliau rasakan saat menulis lumayan mengeluarkan energi berpikir yang cukup besar.

Selain itu, kita harus bersama komunitas menulis, bersilaturahmi, dan banyak ke toko buku. "Saya suka ke gramedia untuk cari buku warna-warni. Nah, jadi semangat menulis," tuturnya.

Ternyata beliau tidak membeli novelnya Tere liye karena mahal, tetapi beliau melihat kesederhanaan dalam penyajian gambar menjadi daya tarik bukunya, padahal isinya tidak banyak berisi kata-kata mutiara, hanya satu paragraf dalam satu halaman. Nah, kegiatan Peuyeum Bandung Literasi terinspirasi buku Tere Liye saat itu.

Berikutnya, beliau menceritakan pengalamannya dalam menulis buku bahan ajar. Untuk sumber yang akan dicantumkan dalam daftar pustaka pada calon buku bahan ajar yang akan kita kirimkan ke penerbit, sebaiknya dari buku-buku yang bermutu, jurnal, dan ensiklopedia. Ensiklopedi membuat beliau lolos dalam penerbitan dua bukunya, Reptil dan Ekosistem di penerbit mayor. Saat itu beliau menyewa dan scan ensiklopedi untuk mengambil gambarnya. Karena gaptek internet, pengambilan gambar dilakukan serba manual pada tahun 2007. Untuk melengkapi tulisannya yang akan dikirimkan ke Majalah Wanadri, gambar di-scan semua untuk mengambil gambar ular.

Untuk daftar pustaka beliau lebih memilih buku atau jurnal daripada sumber internet. Maka, menulis itu tidak gratis, membutuhkan biaya untuk menemukan sumbernya.

Sebagai penutup beliau menuliskan kesimpulan pada malam itu.
Menulis saja apa yang kita ingin tuliskan, susun sistematikanya sesuai jenis tulisan yang akan kita buat.

Semoga bermanfaat buat kita semua.

2 komentar: