Jumat, 24 Januari 2020

BINCANG HANGAT BERSAMA BU EMI, PERAIH JUARA I INOBEL



Hari ke-8 Workshop Menulis Bersama Om Jay
23 Januari 2020
Narasumber: Emi Sudarwati

====================


Pada tahun 2016, penulis ditugaskan mengikuti seleksi guru prestasi tingkat Kabupaten Bojonegoro.  Sebenarnya saat itu sudah untuk yang ke dua kalinya.  Karena banyak guru menolak mengikuti seleksi tersebut, akhirnya penulis ditugaskan lagi.  Ternyata tidak sia-sia.  Karena bisa menduduki juara ke tiga dari tiga puluhan peserta.
Pada tahun yang sama, penulis kembali mengirimkan karya inobel.  Kali ini bukan atas inisiatif  bapak kepala sekolah, tetapi keinginan penulis sendiri.  Karena pengalaman tahun 2015 lalu begitu menginspirasi.  Kali ini bukan karya baru.  Namun karya lama yang diedit, dengan tambahan sesuai yang diberikan oleh dewan juri.  Alhasil, mendapat juara 1 inobelnas kategori SORAK (Seni, Olah Raga, Agama, bimbingan Konseling dan Muatan Lokal).
Tidak lama seusai lomba, penulis mendapat panggilan untuk short Course di Negeri Belanda.  Belajar sistem pendidikan di negri kaum penjajah yang super maju itu.  Berkunjung ke dua universitas terbaik, yaitu Windesheim dan Leiden.  Juga berkunjung ke sekolah-sekolah terbaik, yaitu Van Der Capellen dan lain-lain.  Bukan hanya itu, semua peserta diajak berwisata ke Volendam, menyusuri Kanal Amsterdam dan mampir ke Brussel-Belgia.
Sepulang dari Belanda, masih juga mendapat panggilan workshop menulis jurnal di Kota Bali.
Lagi-lagi, di samping belajar juga bisa berwisaya keliling kota terindah di negeri ini.  Kali ini, semua peserta mendapat materi merubah naskah inobel menjadi jurnal.  Tentu ini bukan hal kecil, karena naskah tersebut akan dimuat dalam jurnal berkelas nasional.  Nama jurnalnya adalah DEDAKTIKA.

TAHUN 2019
Penulis mengawali terbitnya buku Kado Cinta 20 Tahun dan Haiku.  Karya ini ditulis berdua dengan suami.  Semoga dengan lahirnya buku tersebut, ikatan pernikahan penulis dengan suami semakin bahagia.
Selanjutnya, di tahun yang sama.  Penulis ingin menerbitkan 2 buku tunggal dan beberapa buku patungan.  Buku tunggal yang pertama berbahasa jawa, yaitu pengalaman selama haji dan umrah.  Sedangkan buku tunggal yang ke dua adalah ini,  Menulis dan menerbitkan Buku sampai Keliling Nusantara dan Dunia.  Alhamdulilah impian ini bisa menjadi nyata.
Adapun untuk patungan, seperti biasa saja.  Yaitu menulis bersama siswa SMPN 1 Baureno dan bersama grup Patungan Buku Inspiratif.  Juga menulis bersama penerbit Pustaka Ilalang.

TAHUN 2017
Tidak berhenti sampai di situ.  Beberapa bulan berikutnya.  Penulis diundang untuk mengikuti workshop Literasi di Kota Batam.  Tidak ingin melewatka kesempatan, beberapa peserta menyempatkan mampir ke negara tetangga, yaitu Singapura.  Sehari di kota lion, melahirkan sebuah buku berjudul Dag Dig Dug Singapura.
Bukan aji mumpung atau apa, hanya tidak ingin melewatkan kesempatan baik.  Kapan lagi seorang guru bisa jalan-jalan ke Singapura, kalau bukan memanfaatkan kesempatan baik tersebut.
 Kebetulan juga bertepatan dengan liburan sekolah, jadi sama sekali tidak mengganggu kegiatan belajar-mengajar di sekolah.
Paska menyandang predikat juara I inobelnas, penulis belum boleh lagi mengikuti lomba yang sama.  Tentu dalam waktu yang belum bisa diprediksi.  Oleh karena itu, penulis tidak ingin kesepian.  Lalu mengajak teman-teman alumni finalis inobelnas untuk menulis bersama dalam satu buku.  Penulis menyebutnya dengan istilah Patungan Buku Inspiratif.
Bukan hanya karya yang bersifat ilmiah.  Namun dalam grup tersebut juga menerbitkan kumpulan cerita inspiratif,  berbagi pengalaman mengajar, kumpulan puisi, kumpulan pantun dan masih banyak lagi buku-buku lainnya.
Dalam perkembangan selanjutnya, bahkan bukan hanya menerbitkan buku-buku patungan.  Namun saat ini lebih banyak menerbitkan SBGI (Satu Buku Guru Indonesia) dan SBSI (Satu Buku Siswa Indonesia).

TAHUN 2018
Ratusan buku lahir dari grup Patungan Buku Guru Inspiratif.  Karena sejak tahun 2018 ini lebih banyak menerbitkan SBGI dan SBSI, maka nama grup dirubah.  Yaitu menjadi Penerbit Buku Inspiratif (PBI).  Beberapa undangan dari daerah-daerah lain mulai berdatangan.  Misalkan dari Kota Bogor, Sampang, Tuban, Blitar, Lamongan, Yogyakarta dan lain-lain. 
Akhirnya penulis berinisiatif, hanya menerima undangan sebagai nara sumber pada Hari Sabtu-Minggu atau Jumat sore.
Sedang di Bojonegoro sendiri, penulis aktif sebagai Guru Ahli (GA) di Pusat Belajar Guru (PBG).  Setiap saat harus siap menerima panggilan sebagai pemateri seminar maupun pelatihan.  Juga sebagai juri dalam lomba-lomba guru.  Tempatnya bisa di PBG pusat atau di PBG kecamatan.
Selain di PBG, juga penulis juga aktif di PGRI.  Yaitu sebagai juri lomba Guru menulis dan pelatihan meulis buku.  Memotivasi guru-guru Bojonegoro agar lebih inovatif dalam mengajar, dan lebih kreatif dalam menulis. 
Mengimbau agar guru-guru lebih sering mengirimkan hasil karya ke media.  Jangan berharap sekali kirim pasti tayang atau dimuat.  Namun harus bersabar, terus-menerus mengirim naskah.  Lama kelamaan pasti dimuat juga.
Bukan karena penerbit merasa kasihan, tapi memang pengalaman meulis itu sangat diperlukan.  Dengan terus-menerus mengirim naskah, berarti sudah terus menerus belajar menulis pula.  Dari proses tersebut kita belajar.  Belajar meminimalisir kekesalahan.
Demikian penjelasan dari Om Jay untuk memperkenalkan narasumbernya malam itu.

Saya langsung bertanya pada Bu Emi, "Maaf, Bu, bisa diceritakan waktu ikut lomba inobel, ibu membuat inovasinya apa? Sangat keren, saya belum punya keberanian untuk ikut inobel."

Tanpa disangka-sangka ternyata Bu Emi tidak keberatan untuk menjawab pertanyaan saya yang to the point. Tulisan beliau berjudul "Pembelajaran Menulis Cerita Cekak (Cerita Pendek) dengan Media SMSHP (Selfie, Media Sosial dan Hubungan Pertemanan)", lalu sambungnya,
"Sebenarnya inovasi biasa saja.  Tapi karena hasilnya adalah karya siswa yang diterbitkan menjadi sebuah buku ber-ISBN, itu yang menarik bagi juri."

Dalam beberapa tulisan di blog beliau, lebih banyak berisi opini pribadi tentang berbagai fenomena di tengah kehidupan sehari-hari.

Kemudian peserta lain menanyakan bagaimana mengembangkan tulisan itu agar lebih berbobot dan menarik. Menurut beliau, tidak ada teori yang paling baik dan khusus  untuk itu. Kecuali banyak membaca, membaca dan membaca.
Lalu menulis, menulis dan menulis.  Sampai menemukan ciri khas kita sendiri.

Hal yang menginspirasi beliau untuk selalu menulis ternyata berasal dari lingkungan di sekitar,  terutama siswa.  Hampir setiap hari beliau berjumpa dengan 900-an siswa dengan berbagai karakter.

"Mantra" beliau adalah Baca, baca, baca. Lalu tulis. Semua pasti mengalami itu.  Sampai saat ini, beliau juga masih minder jika tulisannya bersanding dengan tulisan Om Jay dll., tetapi beliau selalu yakinkan pada diri sendiri, bahwa pasti ada yang butuh tulisan beliau, dan ada yang butuh tulisan Om Jay.  Jadi, tulis dan lupakan. Jangan dipikirkan lagi. Lalu tulis dan dan terus menulis.

Lantas Om Jay menanyakan kesulitan apa yang beliau pernah alami dalam menerbitkan buku karya siswa dan guru.
Bu Emi mengungkapkan  masalahnya terletak pada keuangan karena sejak awal beliau membiayai penerbitan itu sendiri. Dari uang TPP.
Akhirnya, mendapat penghargaan-penghargaan, dll.  Sekolah sama sekali tidak membantu masalah keuangan. Mendengar jawaban beliau, saya pun terdiam. Entah bagaimana nasib saya nanti ya, saya juga ingin menerbitkan buku tetapi mengalami permasalahan yang sama.

Kemudian pikiran saya random ke sana-kemari. Saya teringat keterangan Om Jay bahwa beliau pernah menjadi juri menulis. Maka saya menanyakan hal berikut. Sebagai juri lomba penulisan buku adakah pesan yang hendak disampaikan kepada guru-guru yang belum pernah ikut lomba menulis buku, mengenai hal apa saja yg harus diperhatikan. Mungkin kesalahan apa saja, dan apa yang harus diperbaiki para calon peserta lomba menulis buku.

Bu Emi berpesan:
1. Sebelum menuli buku. Harus banyak baca buku.
2. Ikuti petunjuk teknis dari panitia.
3. Pasrahkan hasilnya kepada Yang Maha Kuasa.

Kesalahan peserta lomba:
1. Banyak plagiat
2. Terburu-buru
3. Terlalu ambisi menjadi juara.


Kemudian peserta lain menanyakan batasan usia untuk mengikuti Inobel berapa tahun dan apa saja yang dinilai waktu seleksi online. Bu Emi menjawab, tidak ada batasan usia.

Tahapan seleksi awal : plagiarisme naskah.
Lalu dispaly dan presentasi.
Tapi itu seleksi pada tahun 2016. Tiap tahun bisa saja aturannya berubah. Baca saja perunjuk teknisnya, lalu ikuti.

Tiba-tiba saya teringat siswa saya, saya pun menanyakan bagaimana cara memotivasi siswa putra untuk menulis karena kebanyakan mereka kinestetik dan tidak suka tugas menulis. Beliau menjawab, tidak semua anak suka menulis. Jangan dipaksa jika mereka tidak suka. Mungkin bakatnya di bidang lain, tetapi minimal kita berikan contoh saja dulu.
Yang pernah beliau lakukan adalah memancing dengan pertanyaan. Alhamdulillah, para siswa menulis semua meskipun mereka tidak berbakat.

Contoh:
1. Apakah kalian pernah pergi ke suatu tempat? Ceritakan minimal 1 kalimat tentang tempat itu.

2. Dengan siapa kalian pergi ke sana?

3. Apa saja yang kalian lakukan di sana?

4. Apakah ada kejadian menarik yang kalian alami?
dan pertanyaan ringan lainnya.

Peserta lain pun bertanya, mengapa sebelum menulis buku harus banyak membaca buku. Kemudian dijawabnya dengan bijak, karena membaca adalah pengalaman terbaik.

Peserta lainnya bertanya, saat menulis, kata atau kalimat dari yang dibaca muncul dan tertulis apakah termasuk plagiat. Bu Emi menjawab, tidak, jika hanya 1 kata. Tapi kalau 1 kalimat sama persis, jelas plagiat. Kalau parafrase tidak masalah karena tidak sama persis.

Pertanyaan yang senada dari peserta lain datang. Kalau kita baca sebuah cerpen, kemudian kita buat cerpen yang idenya hampir sama dengan  cerpen yang kita baca, apakah diperbolehkan. Jawabnya, boleh, tapi saat menulis usahakan menutup semua buku atau cerpen yang kita baca tadi. Lalu mulai menulis di layar kosong.

Sebagai kesimpulan diskusi malam itu, beliau merumuskannya sebagai berikut:

Buku adalah bukti sejarah.  Merupakan catatan bahwa kita pernah hidup di dunia ini.  Oleh karena itu, saya ingin mengabadikan setiap jengkal perjalanan menjadi sebuah buku.  Setiap karya pasti akan menemukan takdirnya sendiri.  Semoga buku sederhana ini mengispirasi banyak orang. Nuwun nuwun.

3 komentar: