Senin, 02 Maret 2020

ASUH BAHASA: JENIS-JENIS KALIMAT




Senin, 2 Maret 2020, Sry Satriya Tjatur Wisnu Sasangka, (peneliti madya Badan Bahasa) Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia menjelaskan tentang jenis-jenis kalimat, terutama mengenai kalimat simpleks, kalimat kompleks, dan kalimat majemuk di Perpustakaan Badan Bahasa, Rawa Mangun melalui live Instagram Badan Bahasa Kemendikbud.

Perubahan mengenai istilah kalimat tunggal dan kalimat majemuk harus mulai kita sadari  bahwa yang dinamakan kalimat tunggal itulah yang dimaksud dengan kalimat simpleks, sedangkan istilah kalimat majemuk untuk mengganti istilah kalimat majemuk setara, sedangkan kalimat majemuk bertingkat dan kalimat majemuk campuran sekarang namanya berubah menjadi kalimat kompleks. Perubahan ini dimaksudkan untuk memudahkan kita dalam menganalisis bahasa. Jika kita mudah mengetahui yang manakah yang dinamakan klausa, yang mana frasanya maka kita akan mudah menganalisis kalimatnya.

Sebenarnya kalimat simpleks itu kalimat yang simpel karena minimal dalam sebuah kalimat itu terdiri atas subjek dan predikat. Menurut aliran fungsional, dalam kalimat simpleks itu terdapat minimal sebuah verba atau sebuah klausa hanya terdapat sebuah verba. Bagaimana dengan fungsi objek, pelengkap dan keterangan? Jawabannya bergantung pada predikat karena inti predikat adalah verba. Jika salah satu unsur dalam sebuah kalimat bisa diperluas makan akan menjadi kalimat kompleks.

Contoh kalimat simpleks:
(1) Dia berjanji menyelesaikan kuliah dalam waktu tiga tahun.

Kata dia berfungsi subjek, sedangkan frasa berjanji menyelesaikan dianggap satu verba dalam predikat. Kata kuliah berfungsi sebagai pelengkap karena bukan objek yang bisa dipasifkan. Frasa dalam waktu tiga tahun itu berfungsi sebagai keterangan.

Berbeda halnya dengan kalimat yang berbunyi sebagai berikut.

(2). Dia berjanji untuk menyelesaikan kuliah dalam waktu tiga tahun.

Kata dia berfungsi sebagai subjek, kata berjanji berfungsi sebagai predikat, sedangkan frasa untuk menyelesaikan kuliah itu berfungsi sebagai keterangan pertama. Frasa dalam waktu tiga tahun adalah keterangan kedua.

Contoh kalimat kompleks:
(3) Rumah orang itu kebanjiran.

Kata rumah orang itu sebagai subjek, sedangkan kebanjiran sebagai predikat. Kalau subjeknya kita perluas kalimatnya berubah menjadi:

(4) Rumah orang yang di Bekasi itu kebanjiran.

Kata yang menjadi pengganti frasa rumah orang. Kata yang ditambah verba masih dapat diterima sebagai predikat. Lain halnya dengan kata yang ditambah adjektiva, hingga sekarang belum dapat berterima sebagai predikat. Misalnya, yang cantik itu belum dapat berterima sebagai predikat.

Gabungan kata rumah orang yang di Bekasi masih berfungsi sebagai subjek karena tidak terdapat verba dan bukan sebuah klausa. Jadi, gabungan kata rumah orang yang di Bekasi bukanlah kalimat kompleks. Biasanya, unsur yang bisa diperluas itu adalah selain predikat. Inti predikat adalah verba.

Contoh lainnya,
(5) Dia datang kemarin pagi. (kalimat simpleks)

Kata dia berfungsi sebagai subjek, kata datang sebagai predikat, dan frasa nomina kemarin pagi sebagai keterangan. Apabila frasa kemarin pagi diganti dengan frasa ketika ayam berkokok maka kalimat tersebut berubah menjadi

(6) Dia datang ketika ayam berkokok. (kalimat majemuk).

Hal ini dikarenakan klausa dia datang sebagai induk kalimat (klausa atasan) dan klausa ketika ayam berkokok sebagai anak kalimat (klausa bawahan). Kalimat tersebut dapat pula diubah menjadi

(7) Ketika ayam berkokok, dia datang.

Anak kalimat ketika ayam berkokok mendahului induk kalimat dia datang. Oleh karena itu, dibutuhkan tanda koma (,) untuk memisahkan anak kalimat yang mendahului induk kalimatnya.

Kalimat majemuk (yang dulunya diistilahkan kalimat majemuk setara) biasanya ditandai dengan konjungsi: dan, serta, atau, tetapi, dan sedangkan.

Alasan frasa akan tetapi boleh diletakkan di awal kalimat ialah apabila kalimat-kalimat sebelumnya sudah terlalu panjang. Berbeda halnya dengan konjungsi tetapi yang digunakan sebagai konjungsi intrakalimat, kata yang menghubungkan klausa yang satu dengan kausa lainnya dan masih terdapat dalam sebuah kalimat.

Konjungsi sehingga, padahal, maka, dan sedangkan juga termasuk konjungsi intrakalimat yang seharusnya tidak bisa diletakkan di awal kalimat. Konjungsi maka ada di dalam sastra lisan Melayu lama. Kalau sudah ada konjungsi jika tidak perlu konjungsi maka karena tidak jelas yang mana induk kalimat dan yang mana anak kalimatnya. Begitu juga dengan frasa maka dari itu dan kata makanya, hanya ada dalam bahasa lisan, bahkan dalam bahasa perundang-undangan juga sudah tidak ada. Dalam Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia jilid pertama pun sudah disebutkan bahwa konjungsi intrakalimat tidak bisa mengawali kalimat, misalnya kata dan, atau, tetapi, padahal, lalu, kemudian, sehingga, dan sedangkan.

Contoh kalimat kompleks.
(8) Pak Jokowi beserta jajarannya tetap menginginkan agar ASN pusat ikut pindah ke ibukota baru.

Pak Jokowi satu frasa beserta jajaran juga satu frasa. Pak Jokowi beserta jajarannya menduduki fungsi subjek. Frasa tetap menginginkan menduduki fungsi predikat.

Inti predikatnya adalah verba transitif menginginkan. Kesalahan pada kalimat tersebut adalah setelah verba transitif menginginkan tidak diiringi objek tetapi diiringi agar. Kalimat tersebut dapat diperbaiki dengan cara mengubah kata agar diletakkan setelah frasa ASN Pusat karena ASN pusat adalah objek kalimat tersebut. Salah satu ciri objek adalah jika kalimat tersebut bisa dipasifkan.

Misalnya,
Pak Jokowi beserta jajarannya tetap menginginkan ASN pusat

diubah menjadi kalimat pasif :

ASN pusat tetap diinginkan Pak Jokowi beserta jajarannya.

Perubahan kalimat tersebut agar menjadi lebih baik adalah

(9) Pak Jokowi beserta jajarannya sebagai subjek, tetap menginginkan sebagai predikat, ASN pusat sebagai objek, dan ada dua keterangan di sana. Keterangan pertama terdiri atas keterangan tujuan yang diawali kata agar. Jika diuraikan, gabungan kata ikut dan pindah, lalu digabungkan dengan kata agar menjadi keterangan pertama. Frasa ke ibu kota pusat dibentuk dari gabungan kata ibu dan kota, lalu frasa ibu kota digabungkan dengan kata baru menjadi ibu kota baru, lalu digabungkan dengan kata depan ke sehingga frasa ke ibu kota baru berfungsi sebagai keterangan kedua.

Contoh kalimat

(10) Dia ingin mengajakku bersuka ria di teras depan rumah Pak RT.

Analisis kalimatnya seperti ini.

Dia sebagai subjek. Kata bersuka digabungkan dengan kata ria, lalu frasa bersuka ria digabungkan dengan kata mengajakku, kemudian frasa mengajakku bersuka ria digabungkan dengan kata ingin. Deretan verba yang terdiri dari frasa ingin mengajakku bersukaria berfungsi sebagai predikat. Kata Pak digabungkan dengan kata RT menjadi frasa Pak RT, lalu kata depan digabungkan dengan kata rumah menjadi frasa rumah.

Frasa depan rumah digabungkan dengan frasa Pak RT menjadi frasa depan rumah Pak RT. Lalu kata teras digabungkan dengan kata dengan kata depan di- menjadi frasa di teras, lalu frasa di teras digabungkan dengan frasa depan rumah Pak RT menjadi frasa di teras depan rumah Pak RT yang menduduki fungsi keterangan tempat.

Bagaimana jika kita ingin menambahkan kata untuk di depan kata bersuka ria? Kalimatnya berubah menjadi

(11) Dia ingin mengajakku untuk bersukaria di teras depan rumah Pak RT.

Analisis keterangan tempatnya tidak berubah, yang berubah hanya di awalnya. Dia sebagai subjek, frasa ingin mengajakku sebagai predikat, dan untuk bersukaria menjadi keterangan karena diawali kata untuk yang menunjukkan keterangan.


Karena keseruan diskusi itu saya pun membayangkan saya turut hadir di sana untuk mengikuti kuliahnya. Akhirnya, Pak Sasangka menutup diskusi tadi usai azan Asar berkumandang. Saya merasa bersyukur karena mendapat ilmu sintaksis hari ini dari pakarnya langsung. Semoga bermanfaat.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar