Senin, 30 Maret 2020

DINDA


(Kisah Pertama)


Teman, izinkan saya menceritakan kisah yang saya sendiri harus mengumpulkan banyak energi untuk menceritakannya kembali. Ada 4 kisah nyata yang hendak saya ceritakan. Kisah pertama tentang seorang wanita yang mengalami luka pengasuhan masa kecil. Sebutlah nama wanita itu Dinda. Dinda berasal dari keluarga yang sangat harmonis, berpendidikan, mapan, dan tidak punya riwayat keluarga yang melakukan KDRT. 

Saat menjalani terapi dari psikolog, memori wanita cantik usia menjelang 30 tahun itu kembali ke masa kecil. Yang terbayang adalah wajah ibunya yang cantik, berpendidikan, selalu menyiapkan bekal makanan, selalu membiasakan makanan sehat, dan melarangnya untuk jajan sembarangan. Kemudian ia merasa selalu ada bisikan di telinganya, “Kamu harus menjadi seperti ibu, yaitu menjadi seorang ibu yang baik bagi anak anaknya.” 

Lebih dalam lagi ia menarik napasnya, kemudian ia merasa bingung, mengapa setiap kali melihat belokan di dekat rumahnya ia selau dirundung ketakutan. Tiba tiba ia berteriak, “Aduuh, Ibu sakiiit! Hentikan, sakiit, Bu!” Lalu ia menggebrak meja kuatkuat. Seketika itu tubuhnya kram dan ia masih berteriak teriak sambil menangis.

Kemudian memorinya kembali ke masa ketika ia berusia 3 tahun. Menjadi anak manis yang tidak pernah jajan ternyata jenuh juga. Tanpa sepengetahuan ibunya, diam diam ia pernah meminta jajanan teman dan temannya memberikan jajanannya karena kasihan. Jajanan itu tidak sengaja tumpah dan mengotori seragam sekolahnya. 

Sewaktu pulang sekolah, sang ibu marah melihat noda jajanan di baju anak kesayangannya itu. Ibu menjewer telinga Dinda sambil berjalan pulang. Dinda merasakan bukan hanya telinganya yang sakit saat ditarik ibunya, melainkan lehernya, sakitnya sampai ke kepala bagian  belakang, bahkan punggungnya serasa ditendang. 

Kemudian Dinda berteriak, “Ibu, jangan tunjuk saya di depan teman teman!” Ternyata saat ia berteriak, memori masa kecilnya menampilkan sesosok bayangan tukang es sayur yang menjual es loli. Melihat anak anak seusianya jajan es, ia pun tertarik membelinya. Dinda nekad membeli es loli juga. Lalu kedua tangan yang menggenggam es loli itu disembunyikan di belakang badannya sambil berjalan bersama teman temannya. Ketika langkahnya sampai di belokan dekat rumahnya ia berpapasan dengan ibunya. Reaksi sang ibu marah sambil menunjuk nunjuk wajahnya yang pucat di depan teman temannya. Dinda menangis tak keruan. 

Setelah itu, Dinda lupa memori yang lainnya. Barulah ia sadar, ternyata hal yang membuatnya takut setiap kali melintasi belokan dekat rumahnya adalah bayangan ketakutan bertemu ibunya. Ia pun tahu mengapa selama ini ia tidak bisa dekat dengan ibunya. Ia sadar, apa yang dilakukan ibunya semata mata tidak ingin ia sakit karena jajan sembarangan. Kembali ia menarik napas sambil melepaskan emosi negatifnya, ia berusaha memaafkan ibunya dan berdamai dengan masa kecilnya. 

Adakah yang pernah mengalami hal yang sama? Saya pernah dan saya punya luka yang sama. Saya tidak ingin menjewer anak saya, tetapi itu pernah terjadi sewaktu anak saya masih kecil. Mengapa bisa terjadi? Padahal, saya bertekad tidak akan pernah melakukan itu kepada anak saya. Alam bawah sadar saya menyuruh saya untuk melakukan itu karena dulu ibu mendidik saya dengan keras agar tidak menjadi anak manja, anak tertua yang harus bertanggung jawab kepada ketiga adik adik saya. Luka pengasuhan masa kecil tidak pernah hilang, hanya bisa menipis dengan cara berdamai dengan masa lalu dan berusaha memaafkan. Sekarang STOP LAKUKAN ITU! Anak butuh perlindungan dari orang terdekatnya, khususnya orang tua. 
Diceritakan kembali oleh Rosianafe.

Masih ada yang mau mengikuti kisah kedua?

Mari kita jeda mendengarkan lagu ini sambil mengajak bicara jiwa kita sendiri.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar