![]() |
Gambar hanya ilustrasi |
Ini tulisan kedua saya mengenai luka pengasuhan masa kecil. Kisah nyata ini tentang seorang wanita, sebutlah namanya Manis. Gadis ini
kesayangan ayahnya. Hampir dikatakan dia anak yang tidak memiliki kebutuhan
karena sebelum ia meminta, ayahnya selalu memenuhi kebutuhannya dan segala
permintaannya selalu dikabulkan. Akan tetapi, ia mengaku setiap mendengar 2
lagu yang populer di zaman ayahnya, setiap kali itu pula telinganya selalu
merasa ditusuk tusuk, sakit sekali. Karena rasa kasih dan sayangnya, sang ayah
membawa Manis ke dokter spesialis THT.
Menurut dokter, Manis mengalami
oversensitif, kepekaan mendengar yang berlebihan. Padahal kedua lagu pop itu
kesukaan ayahnya. Ayahnya sangat baik, tetapi mengapa sakit? Pasti ada yang
salah. Kemudian ayahnya membawa Manis ke psikolog untuk mengetahui penyebabnya.
Saat diterapi, memori Manis
mundur ke masa kecil. Tidak ada bayangan apa pun. Kemudian memorinya mundur
sampai ke alam janin. Alam janin? Bayangan yang tampak olehnya adalah ruangan
bulat yang gelap dan hening. Ia raba ruang itu, ternyata ia tak menemukan apa
apa. Semuanya gelap dan hening. Ia merasa terperangkap, tak tahu harus berbuat
apa. Ketakutan menyergapnya lalu yang bisa dilakukan hanya memanggil papaya, “Papaaa,
Papa di manaaa?”
Ayahnya menjawab, “Papa di sini,
di sebelah kamu, Nak.” Suara ayahnya terdengar berat menahan tangis. Butiran air
mata mengalir, tak sanggup dibendung ayahnya. Runtuhlah hati seorang ayah.
Mendengar suara ayahnya, Manis
mulai sedikit tenang. Kamudian terdengar suara musik berisi dua lagu pop kesayangan
ayahnya. Dua lagu itu diputar bergantian. Tubuhnya berguncang, ada kesedihan
yang menjalari pikiran dan hatinya. Ia sendiri heran mengapa ia lantas merasa
sangat sedih setiap kali mendengar kedua lagu itu.
Lalu, pelan pelan ia mulai
mendengar suara yang sangat dikenalnya, sangat dekat dengannya, yaitu suara
ayahnya. Suara berat milik ayahnya itu berkata, “Gugurkan saja kandunganmu!”
Siapa? Kandungan siapa? Yang
dikandung itu... aku? Pikirannya bertambah kalut, tidak percaya kalau ayahnya
pernah tega berbicara seperti itu. Manis menangis heran, kok bisa ia mendengar
perkataan ayahnya sementara ia masih dalam kandungan? Padahal, ayahnya selalu
baik padanya, tidak pernah sedikit punn berkurang rasa cinta dan kasih
kepadanya. Air matanya menderas, meluapkan emosi kekecewaannya. Sang ayah
langsung memeluk anak kesayangannya dan meminta maaf. Manis berusaha melepaskan
rasa kecewa, sedih, kesal yang bercampur menjadi satu dan berusaha memaafkan
ayahnya.
Teman, saya pun terhenyak, sambil
terus mengingat ingat sewaktu hamil dulu saya pernah salah bicara apa pada
anak. Sekarang anak anak sudah mulai besar. Mulai bisa protes kalau saya
mengabaikan hak mereka.
“Makaaaan, Dede laper, Bunda
jangan ngetik melulu!” protes anak saya kalau sedang berada di depan laptop.
Saya tinggalkan dulu pekerjaan saya. Anak lebih utama. STOP MENGABAIKAN ANAK.
STOP MULAI SEKARANG!
Diceritakan kembali oleh Rosianafe
Teman, masih adakah yang mau mengikuti kisah yang ketiga?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar