Selasa, 31 Maret 2020

MANIS

Gambar hanya ilustrasi



Ini tulisan kedua saya mengenai luka pengasuhan masa kecil. Kisah nyata ini tentang seorang wanita, sebutlah namanya Manis. Gadis ini kesayangan ayahnya. Hampir dikatakan dia anak yang tidak memiliki kebutuhan karena sebelum ia meminta, ayahnya selalu memenuhi kebutuhannya dan segala permintaannya selalu dikabulkan. Akan tetapi, ia mengaku setiap mendengar 2 lagu yang populer di zaman ayahnya, setiap kali itu pula telinganya selalu merasa ditusuk tusuk, sakit sekali. Karena rasa kasih dan sayangnya, sang ayah membawa Manis ke dokter spesialis THT.

Menurut dokter, Manis mengalami oversensitif, kepekaan mendengar yang berlebihan. Padahal kedua lagu pop itu kesukaan ayahnya. Ayahnya sangat baik, tetapi mengapa sakit? Pasti ada yang salah. Kemudian ayahnya membawa Manis ke psikolog untuk mengetahui penyebabnya.

Saat diterapi, memori Manis mundur ke masa kecil. Tidak ada bayangan apa pun. Kemudian memorinya mundur sampai ke alam janin. Alam janin? Bayangan yang tampak olehnya adalah ruangan bulat yang gelap dan hening. Ia raba ruang itu, ternyata ia tak menemukan apa apa. Semuanya gelap dan hening. Ia merasa terperangkap, tak tahu harus berbuat apa. Ketakutan menyergapnya lalu yang bisa dilakukan hanya memanggil papaya, “Papaaa, Papa di manaaa?”

Ayahnya menjawab, “Papa di sini, di sebelah kamu, Nak.” Suara ayahnya terdengar berat menahan tangis. Butiran air mata mengalir, tak sanggup dibendung ayahnya. Runtuhlah hati seorang ayah.

Mendengar suara ayahnya, Manis mulai sedikit tenang. Kamudian terdengar suara musik berisi dua lagu pop kesayangan ayahnya. Dua lagu itu diputar bergantian. Tubuhnya berguncang, ada kesedihan yang menjalari pikiran dan hatinya. Ia sendiri heran mengapa ia lantas merasa sangat sedih setiap kali mendengar kedua lagu itu.

Lalu, pelan pelan ia mulai mendengar suara yang sangat dikenalnya, sangat dekat dengannya, yaitu suara ayahnya. Suara berat milik ayahnya itu berkata, “Gugurkan saja kandunganmu!”

Siapa? Kandungan siapa? Yang dikandung itu... aku? Pikirannya bertambah kalut, tidak percaya kalau ayahnya pernah tega berbicara seperti itu. Manis menangis heran, kok bisa ia mendengar perkataan ayahnya sementara ia masih dalam kandungan? Padahal, ayahnya selalu baik padanya, tidak pernah sedikit punn berkurang rasa cinta dan kasih kepadanya. Air matanya menderas, meluapkan emosi kekecewaannya. Sang ayah langsung memeluk anak kesayangannya dan meminta maaf. Manis berusaha melepaskan rasa kecewa, sedih, kesal yang bercampur menjadi satu dan berusaha memaafkan ayahnya.

Teman, saya pun terhenyak, sambil terus mengingat ingat sewaktu hamil dulu saya pernah salah bicara apa pada anak. Sekarang anak anak sudah mulai besar. Mulai bisa protes kalau saya mengabaikan hak mereka.

“Makaaaan, Dede laper, Bunda jangan ngetik melulu!” protes anak saya kalau sedang berada di depan laptop. Saya tinggalkan dulu pekerjaan saya. Anak lebih utama. STOP MENGABAIKAN ANAK. STOP MULAI SEKARANG!
Diceritakan kembali oleh Rosianafe

Teman, masih adakah yang mau mengikuti kisah yang ketiga? 




Tidak ada komentar:

Posting Komentar