Bertemanlah dengan orang positif, pasti ketularan positif. Kala rerumputan bertanya pada semilir angin, mengapa tidak ada yang meliriknya. Angin menjawab, itu karena rumput diciptakan untuk selalu di tanah. Akarnya kuat, meskipun daunnya mudah tertiup angin. Kalau ada angin besar, tidak mudah patah. Lihat pohon besar itu! Kendati besar, tetapi cabang atau ranting, bahkan batangnya bisa patah sewaktu kena badai. Bersyukurlah, rumput. Kecil-kecil, tetapi akarmu yang kokoh tidak mudah tercerabut dari tanah.
Iya, angin, itu betul. Tapi enak ya jadi angin. Bisa ke sana ke mari. Bisa melihat pemandangan di seluruh belahan dunia. Sedangkan rumput cuma bisa diam di tempatnya. Rumput merajuk.
Angin membisu. Ia menarik napasnya kemudian mengembuskan perlahan. Rumput, kau seharusnya banyak bersyukur. Angin tak sehebat yang rumput kira. Angin pun patuh pada kehendak Tuhan, ke mana ia harus melanglang buana.
Angin sedih karena rumput tidak bisa melihat apa yang dilihatnya. Banyak pepohonan rubuh karena kencangnya tiupan angin. Atap-atap rumah juga beterbangan, bahkan angin pun kerap hadir dan disebut namanya pada momen-momen bencana alam. Sungguh, penderitaan makhluk-makhluk lainnya telah ia saksikan. Dan ia tak bisa menolak kehendak Tuhan atas apa yang telah menjadi tugasnya. Rumput hanya melihat dari sudut pandangnya saja, wajarlah kalau pikirannya sependek jangkauan matanya.
Rumput, banyaklah melihat sekitarmu. Ambillah pelajaran darinya. Jangan banding-bandingkan dirimu dengan makhluk lainnya. Sesungguhnya kau banyak memiliki kelebihan yang makhluk lain tidak melihat, bahkan menganggapmu. Carilah apa yang menjadi kelebihanmu dan banggalah dengan itu. Kau itu istimewa. Stop mengeluh dan berikan manfaat bagi makhluk lainnya. Tidak ada satu pun makhluk yang diciptakan Tuhan dengan sia-sia di muka bumi ini. Angin pun bersiap untuk meninggalkan rumput yang terdiam. Sebelum pergi, angin membelai dan meniupkan kesegaran udara di atas kepala rumput. Rumput tersenyum.
Cerpen Pilihan Kompasiana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar