Rabu, 26 Februari 2020

SUHARDIN, JUARA INOBEL DARI BUMI RINDANG




Sebagai pembuka diskusi malam ini, marilah kita membaca tulisan pengantar dari sebuah kisah klasik Bapak Suhardin dalam mengajar di SMPN 17 Kendari berikut ini.


=================================
MENGAJAR, MENANTANG JAMAN
Suhardin


Bumi Rindang, julukan tempat saya bekerja. Menjadi guru adalah takdir kebaikan. Namun mengajar harus sesuai jamannya. Bila tidak kekinian, maka akan tertinggal jauh. Itulah alasan kuat, seorang guru harus terus berpacu dengan waktu, Agar tetap menjadi idola di tengah siswanya. 

Milenial menjadi simbol pembelajaran abad ke-21. Fasilitas teknologi menjadi sebahagian syarat bersosialisasi. Tidak mengenal tempat dan waktu. Informasi maupun komunikasi tetap bisa diakses. Inilah tantangan mengajar dan membimbing siswa di jaman new. Sedikit saja saya tertinggal malah balik diajar. Namun bagi saya, lumrah dan tidak perlu malu.


Memanfaatkan komunitas maya mereka, menjadi sebuah solusi. Saya harus berbaur sambil membimbing dan mengajar. Bahasa mereka kadang diluar nalar. Beberapa kadang menyimpang ataupun tidak dimengerti. Tetapi itulah mereka, anak yang tumbuh dijamannya. Fungsi guru kadang terlupakan, jika terlarut arus kata dalam layar sentuh. Seiring waktu, akhrinya terbiasa dan memahaminya. Saya pun menjadi remaja di saat umur hampir setengah abad.


Mengajar sesuai jaman tidak harus meninggalkan budaya. Mengenalkan teknologi jangan sampai menghilangkan adab dan kehidupan keluarga. Memacu pengetahuan dan keterampilan jangan melupakan karakter siswa. Bagimana meramunya menjadi daya tarik siswa? Inilah menjadi tantangan guru dalam medesain teknik maupun strategi pembelajaran yang digunakan.
Saya telah melakukan semampunya. Belum tentu ini yang terbaik. Tidak pula menjadi solusi yang ampuh. Namun inilah sebagian kisah mereka. Menggambarkan alur yang dipilih. Hingga mereka mampu belajar dari keadaannya sendiri.


Banyak kendala yang perlu pertimbangan, namun ini sebuah proses. Kadang berbentur aturan sekolah maupun keinginan orang tua. Saya hanya berucap “masukannya diterima dengan senang hati.” Hal itu merupakan proses belajar,  memahami mereka walaupun mata dan hati kadang menantang kata ucapan.
Fasilitas yang minim membuat potensi siswa harus dieksploitasi maksimal. Melibatkan keluarga dalam sebuah proyek merupakan salah satunya. Meminimalisir pengaruh kehidupan perkotaan yang semakin sibuk. Ikut menggaungkan kembali kehidupan pendidikan keluarga, melalui tema kebersamaan dengan orang terdekat.


Bukan hanya berbicara sarana, persoalan waktu di sekolah juga menjadi pertimbangan. Mengajarkan sebuah teks prosedural keterampilan memerlukan jam belajar yang banyak. Gerakan literasi sains dan geliat komunikasi komunitas menjadi pilihan. Arahan dan Tanya jawab dituntaskan dalam waktu berbeda.
Berkompetisi menjadi cara lain dalam belajar. Berpacu dengan waktu dan nilai adalah hal biasa. Mengajak mereka berwira usaha kecil-kecilan menjadi warna lain dalam belajar. Butuh desain promosi yang menarik untuk bisa menjual produk di dunia maya. Semua harus terkontrol, oleh karena itu ada beberapa kesepakatan dalam menjalankan bisnis. 
Mangajak kawan, keluarga maupun tetangga merupakan cara mereka bekerjasama. Apalagi jika produk dikerjakan berkelompok. Mencari untung bukan hal yang penting. Keceriaan dan kemampuan berkomunikasi serta kerjasama menjadi tujuan utama. Akhirnya semua bermuara pada kebanggaan pada diri sendiri.


Taraf mencipta dalam belajar merupakan tingkatan tertinggi. Bukti yang realistis adalah sebuah buah tangan. Produk yang baik harus kualitasnya bagus. Oleh karena itu ketelitian dan kreativitas menjadi hal yang terpenting. Semuanya memiliki kebebasan yang bersyarat. Hal ini untuk menjaga kompetensi yang harus dicapai. Setiap kriya harus melalui pengamatan proses, produk dan presentase. Tidak semua dilakukan di dalam kelas. Boleh siang maupun malam. Inilah kecanggihan teknologi saat ini.


Beberapa kisah mereka terurai dalam tulisan ini. Saya menghargai semua yang dirangkai dalam kalimat bermakna ini. Saya pun paham ini belum tentu sempurna. Tetapi inilah yang terbaik dari yang pernah ada. Itulah mengapa harus saya hargai untuk menjadi catatan sejarah mereka. Tulisan ini adalah bukti kerja dari sebuah usaha. Tidak semua siswa ingin dan mampu dalam berbuat hal yang sama. Saya pun berani berkata “Kalian adalah siswa luar biasa.” 


Menuntun mereka untuk mau menulis, bukanlah perkara mudah. Saya mengakui masih sedikit dangkal dalam berbahasa yang baik maupun benar. Namun sebutir kelebihan akan menjadi buih keberhasilan, jika dibagi dan diajarkan. Berawal dari kisah belajar, menjalani sebuah proses hingga ungkapan perasaan mereka. Semuanya menyatu dalam lembar testimony sederhana ini. Cerita ini menyangkut tantangan dari sebuah perjuangan menuju jalan keberhasilan. 
Kesempatan memang harus dimanfaatkan. Dikala bersua dengan orang tua mereka, saya pun bertutur dengan singkat untuk beberapa hal. Bercerita tentang apa yang pernah dan akan kami lakukan. Semuanya bertujuan untuk kebaikan bersama.

Dikutip dari
Pengantar cerita dalam buku antologi
Prakarya di Bumi Rindang, halaman 1-3, 2019
Penulis : Komunitas Menulis Seventeen
==================


Setelah kita membaca tulisan di atas, beliau melemparkan tulisan lainnya. Inilah kisah singkat dalam "Merajut Media Bekal Terasi dalam Lomba Inobel Guru Tahun 2018"

MERAJUT BEKAL TERASI  PRAKARYA  DALAM LOMBA INOBEL GURU

Mengajar di zaman new memang penuh tantangan yang berat. Apalagi guru seperti saya? Terlahir di era tujuh puluhan yang jarang mendengar bunyi pesawat. Mesin ketik yang sangat mutahir saat itu, kini hampir tidak berguna lagi. Telepon kabel, surat kabar dan radio mengalami nasib yang sama. Kini banyak manusia bekerja pada jaringan dalam genggaman. Sungguh saya telah berada di dunia yang berbeda.
Kecanggihan teknologi seiring dengan perkembangan pembelajaran. Issu sentral yang sering menggema adalah teknologi informasi, kearifan lokal, litereasi dan pendidikan keluarga. Semua kegiatannya erat kaitannya kodrat hidup manusia, sebab bergantung pada kebutuhan dan keadaan.

Saya memilih istilah “mahluk sosial” untuk mengungkapnya. Saya berpikir, hubungan antar manusia harus terus terjalin. Budaya pun jangan sampai tersingkirkan. Inilah tantangan saya dalam pembelajaran di sekolah.

Awalnya, cara berpikirnya sangat sederhana dan biasa saja. Tujuannya hanya ingin mengajarkan prakarya dengan cara yang berbeda. Mencoba menggunakan lingkungan di luar kelas sambil melibatkan kehidupan sosial para siswa. Namun hal itu, bukan tanpa masalah.

Beberapa kendala internal menjadi pertimbangan untuk menjawab tantangan itu. Tidak tersedianya ruang keterampilan, alat dan bahan praktik yang minim serta tuntutan kekinian pembelajaran merupakan tiga masalah yang mendasar. Kondisi itu sangat nyata di sekolah. Saya pun harus bekerja ekstra untuk menutupi kekurangan itu.

Saya hanya mengungkapkan sepintas sebuah keinginan. Bagaimana   mencari cara yang tepat? Menggabungkan pemanfaatan kearifan lokal dan teknologi informasi akhirnya menjadi solusi yang dipilih. Semua dikemas melalui media BEKAL TERASI. Dua kata itu merupakan akronim dari berkearifan lokal dan teknologi informasi. Penerapannya melibatkan kegiatan literasi dan keluarga. Strategi itulah yang mengantarkan rahmat Illahi ke panggung lomba inovasi pembelajaran bagi guru SMP tingkat nasional tahun 2018. Usaha yang saya anggap sederhana ini membawa berkah yang tidak terduga. Allah SWT menetapkan saya sebagai juara pertama melalui penilaian dewan juri.

Bagaimana merajut pemanfaatan teknologi, kearifan lokal, literasi dan keluarga dalam pembelajaran? Pertanyaan ini bisa terurai menjadi beberapa rumusan masalah. Apa jenis teknologi informasi yang dimanfaatkan? Bagaimana memasukan kearifan lokal dalam pembelajaran? Mengapa literasi menjadi langkah penting menilai keterampilan? Mengapa keluarga harus terlibat dalam kegiatan siswa?
Saya mengarahkan penelitian pada aspek keterampilan siswa. Walaupun dalam pembelajaran, aspek pengetahuan tetap dilakukan penilaian. Fokus pengamatannya pada kegiatan unjuk kerja, produk dan proyek. Memulainya dari rumah sendiri.
Kerajinan khas, motif daerah, perabot hias berenergi listrik hingga olahan makanan menjadi bahan untuk menggali permasalahan dalam balajar. Satu jenis produk yang dibawa siswa, ruang kelas pun bisa menjadi pajangan display produk yang meriah. Mungkin saja ini biasa, namun ada hal tidak biasa saat pembelajaran berlangsung.

Sarapan pagi bersama digagas saat memasuki aspek pengolahan. Makanannya bertajuk “menu cinta di keluarga.” Setiap olahan merupakan kerja siswa dan orang tuanya. Banyak kisah yang terungkap dari testimoni saat bersama anaknya. Ini catatan penting bagi pembelajaran berikutnya. Bukan hanya produknya, tetapi ulasan singkat para ibu maupun bapak menjadi lembaran berharga. Fokus permasalahan pembelajaran akan menjadi mudah.

Minimnya waktu pembelajaran di kelas menjadi penyebab utama memanfaatkan teknologi. Ada komunitas kelas dalam WhatsAap. Ini bimbingan di luar kelas melalui diskusi virtual. Penggunaan handphone bagi siswa tidak bisa terelakkan. Saya hanya membantu untuk memanfaatkannya secara bijak. Hal itu berdasarkan hasil survei awal pembelajaran. Berbagai sumber belajar bisa di peroleh dari genggaman. Sebahagian bisa dilakukan melalui belajar mandiri.

Tidak hanya sebatas literasi digital. Ponsel dapat pula digunakan untuk membuat rancangan desain produk maupun promosi. Teknik dasar edit gambar serta disain pemasaran bisa dilakukan melalui program Picart. Memanfaatkan media sosial dalam berwirausaha juga dilakukan. Ini kegiatan terbimbing, jadi semua ada aturan yang disepakati. Jejaring sosial ini mengundang guru, orang tua, keluarga dan masyarakat sekitar siswa untuk berperan serta. Mereka dapat bertindak sebagai pengawas di dunia maya. Grup ini bernama Prase Suhardin Shop.

Mengetik laporan singkat maupun menjawab pertanyaan angket bisa dilakukan melalui handphone. Inilah cara yang diajarkan untuk melakukan hal praktis namun tetap efektif. Beberapa program bawaan windows maupun internet harus dipelajari. Untuk diketahui, kegiatan ini diterapkan pada siswa kelas IX.
Terdapat proyek wirausaha internal. Kegiatan penjulan produk dalam lingkungan sekolah dilakukan. “Buka lapak” istilahnya. Sebagian pemesanan melalui kegiatan on line. Hal kecil ini telah menuntun siswa untuk belajar menata laporan keuangan. Mereka dapat mempelajari excel dalam menghitung laba ataupun rugi. Berdagang berarti mengejar untung. Mereka harus berkompetisi secara sehat. Beberapa produk memiliki keunikan. Ada yang berkesempatan untuk mengikuti pameran besar.

Banyak kolaborasi yang terjadi. Bukan hanya antar manusia, tetapi juga berkaitan dengan alam. Tidak sebatas kerajinan bermotif lokal dan miniatur rumah adat berinstalasi listrik. Beberapa makanan khas daerah mulai dikenalkan kembali. Ayam tawoloho dan perende dibuat sendiri oleh siswa. Ada yang telah mengaploudnya melalui youtube.

Setiap orang memiliki kisah. Inilah yang dirajut dalam komunitas menulis siswa. Walaupun setiap angkatan memiliki istilah sendiri, namun saya menyebutnya Komunits Menulis Seventeen. Sebenarnya nama itu muncul semenjak buletin sekolah digagas. Media itu mengambil nama maupun pembina kegiatan yang sama. Pembimbingannya sarat dengan pemanfaatan teknologi.
Kini telah melewati tiga generasi. Lima buah buku antologi telah diterbitkan. Cara menulis siswa semakin berubah. 
Maklumlah, saya bukan guru Bahasa Indonesia. Kadang kala harus bertanya keorang berlimu, baru bisa menjawab pertanyaan mereka. Saya menempuh cara itu sambil belajar menulis.

Bukunya menjadi dagangan. Tidak sedikit uang yang dihasilkan. Banyak yang bisa dilakukan. Mereka dapat membiayai praktek selanjutnya dari keuntungan penjualan. Baju kaos untuk kelas pun menjadi lebih ringan untuk dibeli.
Warga kota memiliki kesibukan yang tinggi. Itulah mengapa keluarga diajak dalam pembelajaran. Berpartisipasi dalam kebersamaan. Menjadi pengawas serta penilai. Walapun caranya harus melalui anaknya sendiri. Saya hanya menyiapkan lembar observasinya. Tanggapan negative memang ada, namun sikap positifnya jauh lebih banyak. Pada akhirnya semunya bisa memakluminya. “Belajar itu harus sesuai jamannya,” itulah kesimpulannya.
Inilah cara yang saya tempuh dalam mengejar berkah. Walaupun kadang tersandung jaman. Tetapi belajar bukan hanya pada yang lebih dewasa. Saya tetap membuka diri, karena masa kini merupakan dunia mereka. saya hanya berlari kecil agar tidak jauh tertinggal. Berupaya agar pesan panca indra bisa tersampaikan. Menjaga agar kompas dan peta dapat berfungsi.

Saya hanya berusaha menjadi pengamat setia, selebihnya mereka yang menjalankannya. Walaupun menurut orang, itu kecil dan sederhana. Saya hanya ingin menuntun mereka, kearah jalan yang bercahaya.
Kendari, 26 Februari 2020
Suhardin (Guru SMPN 17 Kendari) – Sulawesi Tenggara

==============================

Video yang merupakan ringkasan jalan membuat media hingga mengikuti lomba Inobel Guru Tahun 2018 dapat kita saksikan di link berikut.

Bagaimana Merajut Media Bekal Terasi Prakarya itu? Mekanisme penelitian dalam peta konsepnya seperti ini.






produk buku antologi siswa yang telah diterbitkan dalam pemanfaatan media ini sebanyak 5 buah untuk tiga tahun terakhir.



Beliau memberi pamlet singkat tentang media bekal terasi itu.



Berikut video buatan siswa tentang pengolahan daging berkearifan lokal "Ayam Tawauloho"

Masih banyak yang tersirat sebenarnya, tetapi ia mengakui keterbatasannya.
Hal yang membuatnya tertarik membuat media adalah karena media ini lahir dari keterbatasan yang ada dan menjawab tantangan pembelajaran yang makin berkembang. Mungkin bagi sebagian orang ini hal yang biasa, tetapi ada beberapa aspek yang menjawab permasalahan yang ada, di antarannya pemanfaatan ponsel secara bijak, menutupi kekurangan sekolah, merajut hubungan keluarga, melatih diri siswa untuk mau menulis dari hal yang dialaminya, merangsang cara berpikir kritis serta adanya sebuah wirausaha kecil-kecilan. Kata kuncinya, adanya keinginan untuk membuat mereka menyukai suasana pembelajaran.

Adapun video wirausaha internalnya bisa kita intip di link berikut.
https://youtu.be/2lw1AeTmdxE

Cara membuat anak senang dengan media buatannya adalah mengerjakan hal yang mereka senangi karena itu memang menarik. Anak sekarang dengan ponsel pintarnya bagai saudara saja. Berbagai fitur dapat mereka gunakan. mulai dari belajar mandiri, diskusi virtual, mencari produk yang sesuai dengan pikirannya, membuat desain, menjalankan bisnis kecil hingga melakukan penjualan. kisah mereka juga dapat dimuat menjadi buku. mereka sangat senang bisa menulis bersama, melalui komunitas kelas. semua diketahui melalui angket yang dibagi setiap usai aspek yang diajarkan.

Adapun rahasia beliau bisa meraih  juara pertama lomba inobel yaitu dengan mengikuti aturan mainnya. Setiap lomba memiliki tata cara tersendiri yang harus dipenuhi. Persiapan maksimal dalam kegiatan display dan presentasi, tetapi semua itu karena kodrat dan rezeki dari-Nya.

Kesulitan yang dialami Pak Suhardin selama membuat laporan penelitian
adalah waktu katena mengajar adalah tugas utama.  Beliau teringat waktu membuat penelitian ini masih mengajar dua hingga tiga sekolah. Untuk mencari literatur juga cukup menguras energi karena mencari buku referensi yang sesuai di daerah cukup rumit. Ketentuan mencantumkan buku terbitan 5 tahun terakhir untuk daftar pustaka memang memberatkan.


Tentu perasaan senang dan bersyukur beliau rasakan ketika hasil penelitian inobelnya masuk tingkat nasional dan membawanya terbang ke Jakarta. Lolos sebagai finalis saja sudah cukup membuatnya sangat terharu, apalagi masuk dalam 34 orang dari ratusan yang ikut lomba menjadi sebuah anugerah terindah.

Kemudian muncul pertanyaan, bagaimana cara mengawinkan pembelajaran dengan media sosial, sementara fasilitas handphone terbatas (jumlahnya). Dari hasil survei awal memang ada anak yang tidak memilikinya. Namun, kedua orang tuanya punya. Jadi, ada beberapa anak yang menggunakan nomor orang tua dalam kegiatan pembelajaran, tetapi saat kegiatan di kelas selalu dalam kelompok kerja. Ini juga sangat berguna agar kegiatan anak di media sosial bisa terawasi. Dalam pemanfaatan Prase Suhardin Shop dan Expamnes ada keterlibatan orang tua. Untuk mendapatkan nomor handphone orang tua dilakukan melalui paguyuban kelas.

Menurutnya, cara menajamkan intuisi untuk menemukan sesuatu hal yang bernilai kebaruan sebagai solusi dari permasalahan yaitu mengikuti perkembangan jaman, manfaatkan kearifan lokal yang sifatnya khas, mengatur alur pembelajaran yang berbeda dari guru lain, bertanya apa keinginan anak didik, sering menyatu dengan mereka, jangan paksakan pikiran sendiri, bertanya pada pakar tentang hal yang akan dilakukan, kerjasama dengan teman sejawat serta sering gunakan angket untuk mengetahui segala tindakan yang diambil. Begitu muncul ide, cepat tulis walaupun hanya sepenggal kalimat, saat luang pikir untuk melakukannya, sering buat catatan kecil karena ide tidak muncul terus menerus.

7 komentar: